Nilai Keabsahan Hukum

Satjipto Rahardjo: Hukum Hendaknya Mampu Menciptakan Kebahagiaan.

Sabtu, 14 Mei 2011

Indonesia as a rechtstaat and also welfarestate, apa konsekuensinya?


Bidang Hukum : Hukum Adminstrasi Negara
Konsekuensi Yuridis dan Sosiologis Bahwa Indonesia Sebagai Negara Hukum (Rechstaat) dan Negara Kesejahteraan (Welfarestate) Perspektif Hukum Administrasi Negara (HAN)
Oleh : Ade Adhari “FH Undip’09”

Pendahuluan
Konsep negara hukum yang dikenal salah satunya adalah rechstaat (selain rule of law). Tidak cukup disitu, dalam menata negara muncul suatu konsep yang dikenal sebagai negara kesejahteraan atau dikenal dengan istilah welfarestate. Rechtstate bisa dikatakan sebagai salah satu konsep negara yang mengedepankan hukum sebagai pandawa dalam menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara. Sementara welfarestate dikatakan sebagai konsep negara hukum yang modern, karena tugas dan fungsi negara yang bukan hanya menciptakan keamanan dan ketertiban akan tetapi lebih dari itu negara harus mengupayakan segala hal agar dapat menciptakan kesejahteraan rakyat. Negara penganut welfarestate muara akhir yang dituju tidak lain dan tidak bukan adalah tercapai dan terpenuhinya kesejahteraan rakyat. Senagai negara hukum (rechtstate) negara mengedepankan legalitas dalam menjalankan segala urusan pemerintahannya, dengan kata lain sebaliknya tindakan pemerintahan harus senantiasa mendasarkan pada asas legalitas. Lain halnya dengan negara kesejahteraan yang dalam menjalankan kehidupan bernegara dan berbangsanya negara harus bersifat bestuur zorg yang artinya negara diberikan kebebasan bertindak atau yang dikenal dengan freies ermessen. Dengan perkataaan lain konsep welfarestate memeberikan kebebasan bertindak bagi pejabat adminstrasi negara hal ini tentunya dalam rangka menjawab upaya pemerintah sebagai pihak yang paling bertanggung jawab atas kesejahteraan rakyatnya.

Dalam penulisan kali ini akan dipaparkan, apakah Indonesia benar sebagai negara hukum dan juga negara kesejahteraan, serta konsekuensinya akan hal tersebut baik secara yuridis meupun sosiologis yang dilihat dari aspek hukumadministrasinegara. Penulisan ini dibuat dalam rangka persyaratan perpanjangan beasiswa di Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Semarang.
Semoga ALLAH swt, memberikan kita petunjuk untuk mampu mendapatkan kesimpulan pemahaman yang benar. Amin.

Pembahasan
Apakah Indonesia sebagai negara hukum “rechtstate” ? Tentunya jawabannya adalah berupa mengiyakan. Indonesia sebagai negara hukum dapat kita ketahui dari ketentuan Konstitusi kita, yakni sebagaimana disebutkan secara eksplisit dalam UUD Negara Republik Indonesia 1945 ketentuan Pasal 1 ayat (3) disebutkan bahwa “ Negara Indonesia adalah negara hukum”. Usep Ranuwijaya mengemukakan mengenai arti negera hukum, arti negara hukum tidak dapat terpisahkan dari pilarnya itu sendiri, yaitu paham kedaulatan hukum. Paham itu adalah ajaran yang menyatakan bahwa kekeuasaan tertinggi terletak pada hukum atau tidak ada kekuasaan lain apapun kecuali kekuasaan huk semata.[1] Lebih lanjut dalam kamus hukum yang disusun oleh J.C.T. Simorangkir, Rudy T Erwin dan J. T. Prasetyo, dikemukakan bahwa negara hukum diartikan sebagai suatu negara dimana segala tindakan harus ada dasar hukumnya.[2] Dari beberapa pengertian meneganai negara hukum diatas, Sri Soemantri mengemukakan adanya 4 (empat) unsur penting  yang dapat dipakai sebagai dasar dalam menilai, apakah suatu negara itu dapat dikatakan sebagai negara hukum atau tidak. Keempat unsur tersebut adalah:
1.      bahwa pemerintah dalam melaksanakan tugas dan dan kewajibannya harus berdasarkan atas hukum atau peraturan perundang-undangan;
2.      adanya jaminan terhadap hak-hak asasi manusia (warga negara);
3.      adanya pembagian kekuasaan dalam negara;
4.      adanya pengawasan dari badan-badan perdailan (rechtelijk controle).

Dengan demikian jelas bahwa indonesia adalah negara hukum, selain memang secara eksplisit konstitusi menyatakan demikan dan ditambah beberapa pendapat ahli tadi makin menegaskan dan memeperkuat status bahwa Indonesia adalah negara hukum sekaligus mengadung konsekuensi yuridis sebagaimana dikemukakan oleh Prof. Sri Soemantri diatas.
Lalu apakah Indonesia sebagai negara kesejahteraan “welfarestate”?  Indonesia sebagai negara kesejahteraan tidak dapat diragukan lagi, mengapa? Hal ini dapat kita yakini dari Pembukaan UUD 1945 Alinea ke 4 disana disebutkan “…….dan untuk memajukan kesejateraan umum…..”. [3]Dengan  demikian jelas bahwa selain sebagai negara hukum, Indonesia juga sebagi negara kesejahteraan. Konsekuensinya sebagai negara kesejahteraan, Indonesia harus mengupayakan terciptanya kesejahteraan umum disamping keamanan dan ketertiban. Akan tetapi dalam mengupayakan hal yang demikian tadi pemerintah harus senantiasa memegang teguh asas legalitas sebagai konsekuensi indonesia sebagai negara hukum (rechtstate). Artinya kebebasan bertindak (freies ermessen) yang dimilki pemerintah harus didampingi atau selaras dengan keabsahan bertindak dari pemerintah (rechmatigeheid van bestuur). Hemat saya dalam segala tindakan pemerintah harus senantiasa merujuk pada kesejahteraan rakyat yang tentunya  tindakan tersebut harus mengandung keabsahan (rechtmatigeheid). Dengan demikian secara lebih luas dapat dikatakan bahwa konsep negara hukum kesejahteraan (negara hukum modern) menurut UUD Negara Republik Indonesia 1945 yakni adanya jaminan terhadap Hak Asasi Manusia (HAM), adanya pemisahan kekuasaan dalam negara, asas pemerintahan berdasarkan hukum, peradilan yang bebas dan asas kesejateraan bagi seluruh warga negara.

Sebagai negara hukum maka secara otomatis harus menjunjung tinggi hukum secara keseluruhan. Menarik untuk diperhatikan pendapat Prof. Soedarto, [4]mengatakan bahwa “hukum harus mampu menyelengagarakan masyarakat yang Tata Tentrem Kertaraharja” sehingga dapat dikatakan sebagai negara hukum harus dapat mengupayakan hukum sebagai sesuatu yang dapat membawa masyrakat pada tata kehidupan yang tata tentrem kertaraharja sebagaimana dikatakan oleh beliau. Untuk itu dalam mencapai hal yang demikian maka negara dalam hal ini pemerintah harus membangun hukum dengan sebaik-baiknya. Bahkan Ibu Budi Gotami, S.H. selaku dosen senior hukum administrasi negara FH Undip disela-sela perkuliahan mengatakan bahwa hukum dapat menghancur leburkan bangsa dan negara.[5] Hemat saya tentunya yang dimaksud disini adalah hukum yang dibawa kearah kesesatan akan menghancurkan bangsa dan negara. Pada dasarnya hukum itu baik, akan tetapi menjadi buruk ditangan orang-orang yang tidak baik.

Negara Indonesia adalah negara hukum, hali ini yang selalu kita lihat secara eksplisit disebutkan dalam konstitusi kita. Akan tetapi betapa memprihatinkannya wajah hukum saat ini. Rasanya malu mengakuinya, sebagai negara hukum yang tak berhukum saya katakan demikian, mengapa? Karena memang kondisi huku kita yang berada pada fase yang buruk. Kasus-kasus hukum yang tak berkeadilan akhir-akhir ini marak terjadi, selain itu kasus mafia hukum dan mafia pajak menambah deretan kelam wajah hukum Indonesia saat ini. Seluruh aparat penegak hukum dari mulai polisi, jaksa hakim, advokat dan masih banyak lagi dimana beberapa oknum dari lini-lini tersebut terjerat kasus-kasus hukum. Artinya apa? Ini adalah tugas kita bersama sebagai bagian dari bangsa indonesia untuk senantiasa memberi dukungan bagi pemerintah untuk dapat membangun kembali hukum dengan sebaok-baiknya sebagai bukti eksistensi Negara Indonesia sebagai negara hukum. Untuk itu pemerintah pun dengan tugas dan fungsinya yang demikian harus mengambil langkah-langkah kedepan yang diharapkan dapat membangun hukum menjadi lebih baik. Seperti dengan rebirokasi segala lini dolembaga penegak hukum, membangun sistem aturan yang mampu meminimalisir praktik-praktik gelap yang menghancurkan kredibilitas baik aparat dan lembaga penegak hukum di Indonesia, dam tentunya cara-cara lainnya yang dapat digunakan untuk mencapai kearah yang lebih baik tentunya seperti pembangunan dan pembinaan hukum nasional.

Pembangunan dan pembinaan bidang hukum diarahkan agar mampu memenuhi kebutuhan sesuai dengan tingkat kemajuan pembangunan disegala bidang, sehingga dapat diciptakan ketertiban dan kepastian hukum dan memperlancar pembangunan. Dalam rangka ini perlu dilanjutkan usaha-usaha untuk:[6]
1.   peningkatan dan penyempurnaan pembinaan hukum nasional, dengan antara lain mengadakan pembaharuan kodifikasi serta unifikasi hukum di bidang-bidang tertentu dengan jalan memperhatikan kesadaran hukum dalam masyarakat;
2.   menertibkan badan-badan penegak hukum sesuai fungsi dan wewenangnya masing-masing;
3.   meningkatkan kemampuan dan kewibawaan aparat penegak hukum;
4.   membina penyelengaraan bantuan hukum untuk golongan masyarakat yang kurang mampu.

Pembentukan peraturan perundang-undangan merupakan salah satu syarat dalam rangaka pembangunan hukum nasional yang hanya dapat terwujud apabila didukung oleh cara dan metode yang pasti, baku dan standart yang mengikat semua lembaga yang berwenang membuat peraturan perundang-undangan. Dimana materi muatan peraturan perundand-undangan harus mengandung asas-asas sebagi berikut:
a.       pengayoman;
b.      kemanusiaan;
c.       kebangsaan;
d.      kekeluargaan
e.       kenusantaraan
f.       bhinneka tunggal ika;
g.      keadilan;
h.      kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemrintahan;
i.        ketertiban dan kepastian hukum; dan/atau
j.        keseimbangan, keserasian dan keselarasan.[7]
Selain asas-asas tersebut peratuaran perundang-undangan tertentu dapat berisi asas lain sesuai dengan bidang hukum peraturan perundang-undangan yang bersangkutan (Ketentuan UU No. 10 Tahun2004 Pasal 6).

Seperti diketahui bahwa dalam negara kesejahteraan pemerintah dilengkapi kebebasan bertindak, namun harus tetap ada keabsahan bertindak, yang merupakan salah satu bentuk pembatasan dalam penggunaan freies ermessen. Lebih lanjut menurut Muchsan pembatasan penggunaan freies ermessen adalah bahwa penggunaannya tidak boleh bertentangan dengan sistem hukum yang berlaku (kaedah hukum positif) dan penggunaan freies ermessen hanya ditujukan demi kepentingan umum. Hemat saya, pembatasan yang demikian memang sejatinya harus ada sebagai pengontrol jalanyan pemerintahan yang diakomodir adanya kebebasan bertindak tadi. Kebebasab bertindak yang dimiliki oleh pemerintah ini apabial dituangkan dalam bentuk tertulias maka jadilah ia sebagai peratuaran kebijaksanaan. Peraturan kebijaksanaan ini dapat berupa peraturan-peraturan, pedoman-pedoman, surat edaran, resolusi-resolusi, instruksi-instruksi dan sebagainaya. Kemudian sebagai pedoman pemerintah dalam menjalankan baik tugas kenegaraan maupun pemerintahan, pemerintah selain berpedoman pada peraturan perundang-undangan yang berlaku juga diharapkan berpedoman kepada asas-asas umum pemerintahan yang layak/baik. Asas umum pemerintahan negara yang baik adalah asas yang menjungjung tinggi norma kesusilaan, kepatutan dan norma hukum, untuk mewujudkan penyelengagraan negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme ( Pasal 1 angka 6 UU No. 28 Tahun 1999).[8] Menurut UU No. 28 Thun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas KKN dalam Pasal 3 disebutkan bahwa asas-asas umum penyelengaraan negara meliputi:
1.      asas kepastian hukum;
2.      asas kepentingan umum;
3.      asas tertib penyelengaraan negara;
4.      asas keterbukaan;
5.      asas proposionalitas;
6.      asas pofesionalitas;
7.      asas akuntabilitas.

Asas-asas umum pemerintahan yang baik ini diharapkan dapat dijadikan sebagai pedoman oleh pemerintah agar dapat mengoptimalkan kinerja dalam pemerintahan yang nantinya diharapkan mampu memberikan kontribusi yang positif bagi upaya menacapai kesejahteraan rakyat.

Seperti dikatakan sebelumnya Indonesia as a rechtstate and also welfarestate, sebagai negara penganut konsep negara hukum yang modern atau welfarestate, maka tugas negara adalah bagaimana mengupayakan tercapainya kesejahteraan rakyat. Terkesan mudah dan simpel akan tetapi dalam praktiknya sulit. Bahkan dapat dikatakan saat ini rakyat indonesia masih banyak yang jauh dari kata sejahtera dengan perkataan lain belum dapat mencapaitaraf kesejahteraan seutuhnya. Makna kesejahteraan disini tentunya sejahtera yang luas bukan hanya sejatera dalam hal pangan/bisa makan, yang dimaksud disini bukan seperti itu. Lebih dari itu tujuan kesejahteraan rakyat ini sebagi tujuan yang mulia akan tetapi mudah sekali ditutupi oleh kepntingan kelompok ataupun golongan semata. Padahal bila pemerintah konsekuen dengan apa yang telah digariskan oleh konstitusi bahwa salah satu fungsi negara adalah menciptakan kesejahteraan umum/rakyat bukan kesejahteraan/kepentingan kelompok atau golongan, sudah barang tentu pada akhirnya segala kebijakan yang dikel;uarkan pemerintah akan murni ditujukan agar mampu bermuara pada tujuan akhirnya yakni kesejateraan rakyat.

Kesimpulan
Pada akhirnya, hemat saya pemerintah dalam arti seluas-luasnya belum mampu menghadirkan kesejahteraan bagi rakyat Indonesia dan juga belum mampu membangun hukum kearah yang lebih baik. Untuk itu diharapkan pemerintah harus konsekuen dan kembali pada salah satu tujuan Negara Indonesia dibentuk yakni mencapai kesejahteraan rakyat (salah satu tujuan dan fungsi negara). Tugas yang terpenting dari suatu negara hukum yang menganut paham negara kesejateraan mencakup dimensi yang luas yakni mengutamaankan kepntingan umum, maka sudah sewajarnya bila dalam melaksanakan tugas dan fungsinya ini, negara tidak jarang bahkan pada umumnya pemerintah atau negara turut campur secara aktif dalam berbagai aspek kehidupan warga negaranya yang dalam hal ini pemerintah diberikan kebebasan bertindak. Dimana kebebasan bertindak (freise ermessen) yang dituangkan tertulis berupa peraturan kebijaksanaan harus dibuat dan ditujukan sebagai upaya mencapai tujuan negara tersebut. Hal ini tentunya sebagai penegasan bahwa Indonesia as a welfarestate. Dengan tidak melupakan bahwa tindakan yang dilakukan pemerintah tadi harus mengandung keabsahan (rechtmatigeheid van bestuur) ini sebagai bukti bahwa Indonesia as  a rechtstate. Kelanjutannya pemerintah diharapkan mampu membangun hukum kearah yang dicita-citakan tentunya kearah yang sesuai dengan apa yang diamantkan konsitusi. Dengan cara yang demikian diharapkan Indonesia akan lebih baik adanya.


Daftar Pustaka
B. Hestu Cipto Handoyo, 1995, Aspek-Aspek Hukum Administrasi Negara Dalam Penataan Ruang, Yogyakarta: Universitas Atma Jaya
Prof. Soedarto, S.H. 2009, Hukum Pidan 1, Semarang: Yayasan Sudarto
M. Solly Lubis, 1979, Pembahasn UUD 1945, Bandung: Alumni
J.C.T. Simorangkir, Rudy T. Erwin dan J.T. Prasetyo, Kamus Hukum
UU No. 28 Tahun1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas KKN
UU No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan


[1] .B. Hestu Cipto Handoyo, aspek-aspek hukum adm. Negara dalam penataan ruang, universitas atma jaya, yogyakarta, 1995, hal 13
[2] Lihat Kamus Hukum yang ditulis oleh J.C.T. Simorangkir, Rudy T Erwin dan J. T. Prasetyo, srta bendingkan dengan definsi negara hukum dengan kamus hukum yang ditulis oleh penulis lain
[3] Cermati Bunyi Pembukaan UUD 1945 khususnya Alinea ke 4, Frase “ dan untuk memajukan kesejahteraan umum” menunjukan indonesia sebagai negara kesejahteraan.
[4] Pendapat “(alm) Prof. Soedarto sebagai Guru Besar Hukum Pidana UNDIP dapat kita lihat pada bukunya yang berjudul “ Hukum Pidana I, hal 19.
[5] Pendapat beliau penulis kutip ketika mengikuti perkuliahan baik pada mata kuliah Hukum admnistrasi negara maupun hukum adminstrasi negara lanjut yang kebetulan beliau sebagai dosen pengampunya.
[6] M. Solly Lubis, Pembahasan UUD 1945, Alumni, Bandung, 1979, hal 189
[7] Lihat UU No. 10 Tahun2004 khususnya Pasal 6
[8] Lihat UU No. 28 Tahun 1999 Tentang Penyelengara negara yang bersih dan bebas KKN

Tidak ada komentar:

Posting Komentar