Bidang : Hukum Administrasi Negara (HAN)
Komisi-Komisi Nasional Di Indonesia
Berikut Ini akan disebutkan Komisi-komisi yang ada di Indonesia. Keberadaan komisi-komisi banyak kalangan menilai efektifitas tugas dan fungsi yang diemban oleh komisi-komisi tersebut masih cenderung belum dapat dirasakan masyarakat. Terlepas dari pada itu sangat layak apabila kita tahu mengenai komisi-komisi yang ada di Indonesia. Dengan mengetahuinya diharapkan kita sebagai masyarakat paling tidak dapat menilai apakah keberadaan komisi-komisi tersebut saat ini sudah dapat dirasakan manfaatnya. Karena satu hal yang penting keberadaan komisi cukup sangat menguras keuangan negara, oleh karena itu sebagai masyarakat kita layak untuk tahu komisi-komisi ada saat ini malaksanakan tugas dan fungsi yang berkaitan dengan apa saja, hal ini penting agar kelak dapat menilai apakah telah ada nilai yang berarti yang dapat dirasakan atas keberadaan komisi itu sendiri.
v Komnas HAM (Komisi Nasional Hak Asasi Manusia)
Dasar Hukum :
Keputusan Presiden No. 50 Tahun 1993 tanggal 7 Juni 1993
Ketua : Ifdhal Hakim
v KPAI (Komisi Nasional Perlindungan Anak Indonesia), atau juga dikenal sebagai Komnas Anak
Dasar Hukum :
Keppres 77/2003 dan pasal 74 UU No. 23 Tahun 2002 dalam rangka untuk meningkatkan efektivitas penyelenggaraan perlindungan anak di Indonesia
Ketua : Hadi Supeno
v KPU (Komisi Pemilihan Umum)
Dasar Hukum :
- KPU pertama (1999-2001) dibentuk dengan Keppres No 16 Tahun 1999 yang berisikan 53 orang anggota yang berasal dari unsur pemerintah dan Partai Politik dan dilantik oleh Presiden BJ Habibie.
- KPU kedua (2001-2007) dibentuk dengan Keppres No 10 Tahun 2001 yang berisikan 11 orang anggota yang berasal dari unsur akademis dan LSM dan dilantik oleh Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) pada tanggal 11 April 2001.
- KPU ketiga (2007-2012) dibentuk berdasarkan Keppres No 101/P/2007 yang berisikan 7 orang anggota yang berasal dari anggota KPU Provinsi, akademisi, peneliti dan birokrat dilantik tanggal 23 Oktober 2007 minus Syamsulbahri yang urung dilantik Presiden karena masalah hukum
- undang-undang Nomor 22 Tahun 2007 Tentang Penyelenggara Pemilu
v Komnas Perempuan (Komisi Nasional Perempuan), juga disebut sebagai Komisi Nasional Perlindungan terhadap Perempuan
Dasar Hukum :
Keputusan Presiden No. 181/1998, tanggal 15 Oktober 1998 dan diperbaharui dengan Peraturan Presiden No.65/2005.
Ketua : Yuniyanti Chuzaifah
v Kompolnas (Komisi Kepolisian Nasional)
Dasar Hukum :
Peraturan Komisi kepolisian Nasional Nomor 1 TAHUN 2006 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Komisi Kepolisian Nasional
v KY (Komisi Yudisial)
Dasar hukum :
- Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 24
- Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman Pasal 34
- Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial
Ketua : M. Busyro Muqoddas, S.H., M.Hum.
v KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha)
Dasar Hukum :
- Keputusan Presiden Nomor 75 Tahun 1999 tentang Komisi Pengawas Persaingan Usaha,
Ketua : Mokhamad Syuhadhak
v Komisi Kejaksaan
Dasar Hukum :
- Undang-Undang RI Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan Republik Indonesia, Pasal 38.
- Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2005 Tentang Komisi Kejaksaan R.I.
- Peraturan Jaksa Agung R.I Nomor : PER-071/A/JR/08/2006 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat.
Ketua : Amir Hasan Ketaren, SH
v KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi)
Dasar Hukum :
Ketua : Tumpak Hatorangan Panggabean (Plt Ketua), Mas Achmad Santosa (Plt), Waluyo (Plt Wakil Ketua)
v Komisi Ombudsman
Dasar Hukum :
- Ketetapan MPR No: VIII/MPR/2001 tentang Rekomendasi Arah Kebijakan Negara Yang Bersih dan Bebas dari Korupsi Kolusi dan Nepotisme, Pasal 2.
- Undang-Undang No.25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (Propenas)
- Keppres No. 44 Tahun 2000 Tentang Komisi Ombudsman Nasional
- Undang-Undang Republik Indonesia nomor 37 tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia
Ketua : Antonius Sujata, SH
v KHN (Komisi Hukum Nasional)
Dasar Hukum :
Keputusan Presiden No 15/2000 Tentang Komisi Hukum Nasional, pada tanggal 18 Februari 2000
Ketua : J.E. Sahetapy
v Komnas FPBI (Komisi Nasional Flu Burung dan Kesiapsiagaan Menghadapi Pandemi Influenza, Komisi Nasional Flu Burung)
Dasar Hukum :
Peraturan Presiden Republik Indonesia No 7 tahun 2006 tentang Komite Nasional Pengendalian Flu Burung (Avian Influenza) dan Kesiapsiagaan Menghadapi Pandemi Influenza, pada 13 Maret 2006
Ketua : “Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakya” Aburizal Bakrie
v Komnas LANSIA (Komisi Nasional Lanjut Usia)
Dasar Hukum :
- Pasal 25 Undang-undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lansia
- Keputusan Presiden Nomor 52 Tahun 2004 tentang Komisi Nasional Lanjut Usia
Ketua : H. Bachtiar Chamsyah, SE (Ketua I), Dra. Hj. Inten Soeweno (Ketua II)
v KPI (Komisi Penyiaran Indonesia )
Dasar Hukum :
- Undang-undang Penyiaran Nomor 32 Tahun 2002
- Surat Keputusan Menteri Komunikasi dan Informasi No. 51 A/KEP/M.KOMINFO/8/2004 tentang organisasi dan tata kerja sekretariat Komisi Penyiaran Indonesia Pusat dengan tingkat eselon 2a
Ketua : Ir. Oemar Edi Prabowo, MM
v Komisi Konstitusi
Dasar Hukum :
-Ketetapan MPR Nomor 1/MPR/2002 tentang Pembentukan Komisi Konstitusi
Keputusan Nomor 4/MPR/2003 tentang Kedudukan Komisi Konstitusi
Ketua : Prof. Dr. H. R. Sri Soemantri M, SH
v Komisi Pendidikan Nasional
Dasar Hukum :
Ketua :
v Komisi Informasi
Dasar Hukum :
- Undang-undang nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP)
- Keputusan Presiden No 48/P tahun 2009 tentang penetapan keanggotaan Komisi Informasi Pusat (KI Pusat) tertanggal 2 Juni 2009
Ketua : Ahmad Alamsyah Saragih
v Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi
Dasar Hukum :
- Undang-Undang No.27/2004 tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi
Ketua : Uskup Agung Desmond Tutu
v Komisi Pengawas Penyeleggaraan Haji
Dasar Hukum :
- Pasal 20 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji
- Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pengangkatan dan Pemberhentian Anggota Komisi Pengawasan Haji Indonesia
Ketua: Menteri Agama, Suryadharma Ali
v Komisi Independen Pengusutan Tindak Kekerasan di Aceh
Dasar Hukum :
- Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 88 Tahun 1999 Tentang Komisi Independen Pengusutan Tindak kekerasan Dia Aceh
Ketua : H. Mohd. Salim, S.H.
OMBUDSMAN
Pasal 6
Ombudsman berfungsi mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik yang diselenggarakan oleh Penyelenggara Negara dan pemerintahan baik di pusat maupun di daerah termasuk yang diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, dan Badan Hukum Milik Negara serta badan swasta atau perseorangan yang diberi tugas menyelenggarakan pelayanan publik tertentu.
Pasal 7
Ombudsman bertugas:
a. menerima Laporan atas dugaan Maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik;
b. melakukan pemeriksaan substansi atas Laporan;
c. menindaklanjuti Laporan yang tercakup dalam ruang lingkup kewenangan Ombudsman;
d. melakukan investigasi atas prakarsa sendiriterhadap dugaan Maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik;
e. melakukan koordinasi dan kerja sama dengan lembaga negara atau lembaga pemerintahan lainnya serta lembaga kemasyarakatan dan perseorangan;
f. membangun jaringan kerja;
g. melakukan upaya pencegahan Maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik; dan
h. melakukan tugas lain yang diberikan oleh undangundang.
Bagian Kedua
Wewenang
Pasal 8
(1) Dalam menjalankan fungsi dan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dan Pasal 7, Ombudsman
berwenang:
a. meminta keterangan secara lisan dan/atau tertulis dari Pelapor, Terlapor, atau pihak lain yang terkait mengenai Laporan yang disampaikan kepada Ombudsman;
b. memeriksa keputusan, surat-menyurat, atau dokumen lain yang ada pada Pelapor ataupun Terlapor untuk mendapatkan kebenaran suatu Laporan;
c. meminta klarifikasi dan/atau salinan atau fotokopi dokumen yang diperlukan dari instansi mana pun untuk pemeriksaan Laporan dari instansi Terlapor;
d. melakukan pemanggilan terhadap Pelapor, Terlapor, dan pihak lain yang terkait dengan Laporan;
e. menyelesaikan laporan melalui mediasi dan konsiliasi atas permintaan para pihak;
f. membuat Rekomendasi mengenai penyelesaian Laporan, termasuk Rekomendasi untuk membayar ganti rugi dan/atau rehabilitasi kepada pihak yang dirugikan;
g. demi kepentingan umum mengumumkan hasil temuan, kesimpulan, dan Rekomendasi.
(2) Selain wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Ombudsman berwenang:
a. menyampaikan saran kepada Presiden, kepala daerah, atau pimpinan Penyelenggara Negara
lainnya guna perbaikan dan penyempurnaan organisasi dan/atau prosedur pelayanan publik;
b. menyampaikan saran kepada Dewan Perwakilan Rakyat dan/atau Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan/atau kepala daerah agar terhadap undang-undang dan peraturan perundang-undangan lainnya diadakan perubahan dalam rangka mencegah Maladministrasi.
Pasal 9
Dalam melaksanakan kewenangannya, Ombudsman dilarang mencampuri kebebasan hakim dalam memberikan putusan.
Pasal 10
Dalam rangka pelaksanaan tugas dan wewenangnya, Ombudsman tidak dapat ditangkap, ditahan, diinterogasi, dituntut, atau digugat di muka pengadilan
BAB VI
LAPORAN
Pasal 23
(1) Setiap warga negara Indonesia atau pendudukberhak menyampaikan Laporan kepada Ombudsman.
(2) Penyampaian Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dipungut biaya atau imbalan dalam bentuk apa pun.
Pasal 24
(1) Laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. memuat nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, status perkawinan, pekerjaan, dan alamat lengkap Pelapor;
b. memuat uraian peristiwa, tindakan, atau keputusan yang dilaporkan secara rinci; dan
c. sudah menyampaikan Laporan secara langsung kepada pihak Terlapor atau atasannya, tetapi Laporan tersebut tidak mendapat penyelesaian sebagaimana mestinya.
(2) Dalam keadaan tertentu, nama dan identitas Pelapor dapat dirahasiakan.
(3) Peristiwa, tindakan atau keputusan yang dikeluhkan atau dilaporkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum lewat 2 (dua) tahun sejak peristiwa, tindakan, atau keputusan yang bersangkutan terjadi.
(4) Dalam keadaan tertentu, penyampaian Laporan dapat dikuasakan kepada pihak lain.
BAB VII
TATA CARA PEMERIKSAAN DAN PENYELESAIAN
LAPORAN
Pasal 25
(1) Ombudsman memeriksa Laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24.
(2) Dalam hal Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdapat kekurangan, Ombudsman memberitahukan secara tertulis kepada Pelapor untuk melengkapi Laporan.
(3) Pelapor dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal Pelapor menerima
pemberitahuan dari Ombudsman harus melengkapi berkas Laporan.
(4) Dalam hal Laporan tidak dilengkapi dalam waktu ebagaimana dimaksud pada ayat (3), Pelapor
dianggap mencabut Laporannya.
Pasal 26
(1) Dalam hal berkas Laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 dinyatakan lengkap, Ombudsman
segera melakukan pemeriksaan substantif.
(2) Berdasarkan hasil pemeriksaan substantive sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Ombudsman
dapat menetapkan bahwa Ombudsman:
a. tidak berwenang melanjutkan pemeriksaan; atau
b. berwenang melanjutkan pemeriksaan.
Pasal 27
(1) Dalam hal Ombudsman tidak berwenang melanjutkan pemeriksaan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 26 ayat (2) huruf a, Ombudsman memberitahukan secara tertulis kepada Pelapor
dalam waktu paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal hasil pemeriksaan ditandatangani
oleh Ketua Ombudsman.
(2) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat memuat saran kepada Pelapor untuk
menyampaikan Laporannya kepada instansi lain yang berwenang.
Pasal 28
(1) Dalam hal Ombudsman berwenang melanjutkan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
26 ayat (2) huruf b, Ombudsman dalam melakukan pemeriksaan dapat:
a. memanggil secara tertulis Terlapor, saksi, ahli, dan/atau penerjemah untuk dimintai keterangan;
b. meminta penjelasan secara tertulis kepada Terlapor; dan/atau
c. melakukan pemeriksaan lapangan.
(2) Ombudsman dalam melakukan pemeriksaan substantif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat melihat dokumen asli dan meminta salinan dokumen yang berkaitan dengan pemeriksaan.
Pasal 29
(1) Dalam memeriksa Laporan, Ombudsman wajib berpedoman pada prinsip independen, nondiskriminasi, tidak memihak, dan tidak memungut biaya.
(2) Selain prinsip sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Ombudsman wajib mendengarkan dan
mempertimbangkan pendapat para pihak serta mempermudah Pelapor dalam menyampaikan
penjelasannya.
Pasal 30
(1) Ombudsman dalam melakukan pemeriksaan wajib menjaga kerahasiaan, kecuali demi kepentingan
umum.
(2) Kewajiban menjaga kerahasiaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak gugur setelah Ombudsman berhenti atau diberhentikan dari jabatannya.
Pasal 31
Dalam hal Terlapor dan saksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) huruf a telah dipanggil 3 (tiga) kali berturut-turut tidak memenuhi panggilan dengan alasan yang sah, Ombudsman dapat meminta bantuan Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk menghadirkan yang bersangkutan secara paksa.
Pasal 32
(1) Ombudsman dapat memerintahkan kepada saksi, ahli, dan penerjemah mengucapkan sumpah atau
janji sebelum memberikan kesaksian dan/atau menjalankan tugasnya.
(2) Bunyi sumpah/janji yang diucapkan oleh saksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebagai berikut:
“Demi Allah/Tuhan saya bersumpah/berjanji bahwa saya akan sungguh- sungguh menyatakan Kebenaran yang sebenar-benarnya mengenai setiap dan seluruh keterangan yang saya berikan”.
(3) Bunyi sumpah/janji yang diucapkan oleh ahli dan penerjemah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
adalah sebagai berikut:
“Demi Allah/Tuhan saya bersumpah/berjanji bahwa saya akan melaksanakan tugas saya dengan
tidak memihak dan bahwa saya akan melaksanakan tugas saya secara profesional dan dengan sejujur-jujurnya”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar