Bidang Hukum: Hukum Pidana "Specialisasi pidana khusus"
Selayang Pandang Tindak Pidana Pencucian Uang
Oleh : Ade Adhari
a. Pengertian Tindak Pidana Pencucian Uang
Selama ini kita sering mendengar istilah tindak pidana pencusian uang, bahkan tindak pidana yang satu itu makin sering kita dengar terlebih dengan adanya kasus yang menjerat MD yang dipersangkakan melakukan tindak pidana pencucian uang. Lantas dari hal tersebut timbul pertanyaan apa yang dimaksud dengan tindak pidana pencucian uang itu? Sebelum menjawab pertanyaan tersebut ada baiknya kita mengetahui bahwa tindak pidana pencucian uang diatur dalam UU No.8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Tindak Pidana pencucian uang adalah tindak pidana lanjutan, artinya sebelumnya sudah ada tindak pidana tertentu sebagaimana disebutkan dalam Pasal 2 UU No. 8 Tahun 2010, kemudian hasil dari tindak pidana tertentu tersebut disembunyikan / disamarkan asal-usulnya sehingga seolah-olah hasil dari tindak pidana tersebut adalah uang sah.
Konkritnya segala hasil tindak pidana yang disebutkan dalam Pasal 2 UU tersebut disamarkan / disembunyikan asal-usulnya agar seolah-olah merupakan harta kekayaan yang sah yakni meliputi hasil dari tindak pidana:
a. korupsi;
b. penyuapan;
c. narkotika;
d. psikotropika;
e. penyelundupan tenaga kerja;
f. penyelundupan migran;
g. di bidang perbankan;
h. di bidang pasar modal;
i. di bidang perasuransian;
j. kepabeanan;
k. cukai;
l. perdagangan orang;
m. perdagangan senjata gelap;
n. terorisme;
o. penculikan;
p. pencurian;
q. penggelapan;
r. penipuan;
s. pemalsuan uang;
t. perjudian;
u. prostitusi;
v. di bidang perpajakan;
w. di bidang kehutanan;
x. di bidang lingkungan hidup;
y. di bidang kelautan dan perikanan; atau
z. tindak pidana lain yang diancam dengan pidana penjara 4 (empat) tahun atau lebih, yang dilakukan diwilayah negara kesatuan republik indonesia atau diluar wilayah negara kesatuan republik indonesia dan tindak pidana tersebut juga merupakan tindak pidana menurut hukm indonesia.
b. Kualifikasi Tindak Pidana Pencucian Uang
Tindak pidana pencucian masuk dalam kualifikasi tindak pidana khusus, bukan tindak pidana umum. Tindak pidana umum adalah suatu tindak pidana yang diatur dalam KUHP dan merupakan perbuatan-perbuatan yang bersifat umum, dimana sumber hukumnya bermuara pada KUHP sebagai sumber hukum pidana materiel dan KUHAP sebagai sumber hukum pidana formilnya, selain itu sistem peradilan dalam penegakannya bersifat konvensioanal artinya polisi sebagai penyelidik dan penyidik, jaksa selaku penuntut umum, dan hakimnya adalah hakim dilingkungan peradilan umum dan berlaku bagi seluruh tindak pidana yang dilakukan oleh seluruh warga negara umumnya. Sedangkan tindak pidana khusus adalah suatu tindak pidana yang diatur dalam suatu undang-undang tertentu/khusus, yang dalam undang-undang tersebut dimuat selain hukum pidana materiel juga dimuat hukum pidana formilnhya (sistem beracaranya), dimana terdapat penyimpangan-penyimpangan dari asas-asas yang fundamental baik terhadap KUHP maupun KUHAP.
Tindak pidana pecucian uang masuk dalam kualifikasi tindak pidana khusus karena memang diatur dalam undang-undang khusus/tertentu yakni UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, yang dalam UU tersebut selain selain ketentuan hukum pidana materiel juga ketentuan hukum pidana formilnya,yang didalmnya ada penyimpangan terhadap asas-asas fundamental baik terhadap KUHP maupun KUHAP. Hukum pidana materiel dalam UU Tindak Pidana Pencucian Uang yakni terdapat dalam Pasal 3-5, 7, 11, 12, 14-16, dst. Sementara itu hukum pidana formil dalam UU tersebut yakni dapat disebutkan terdapat dalam Pasal 68-82, dst. Ketentuan yang menyimpang dari KUHAP antara lain, bahwa dalam UU tersebut menganut sistem pembuktian terbalik hal ini dapat kita pahami dari ketentuan Pasal 77 jo. 78 UU Tindak Pidana Pencucian Uang. Hal ini jelas bertentangan dengan KUHAP karena KUHAP hanya mengenal sistem pembuktian yang meletakan kewajiban untuk melakukan pembuktian adalah penuntut umum, dalam hal ini jaksa penutut umumlah yang wajib membuktikan dakwaan yang didakwakan pada terdakwa, sedangkan dalam pembuktian terbalik menurut UU Tindak Pidana Pencucian Uang adalah bahwa beban pembuktian dibebankan kepada terdakwa, dalam hal ini terdakwa wajib membuktikan bahwa harta kekayaannya bukan merupakan hasil tindak pidana sebagaimana disebutkan dalam Pasal 2 UU TPPU.
c. Subjek dan Objek Hukum UU Tindak Pidana Pencucian Uang
Mengenai subjek hukum UU Tindak Pidana Pencucian dapat kita pahami dari beberapa ketentuan didalam undang-undang tersebut. Secara garis besar dapat dikemukakan bahwa subjek hukum tindak pidana pencucian uang yakni:
- Manusia
Manusia sebagai subjek hukum tindak pidana pencucian uang sudah tidak diragukan lagi hal ini dapat kita pahami dari ketentuan didalam undang-undang tersebut (UU No. 8 Tahun 2010), antara lain dapat dilihat pada Pasal 1 angka 9, 3, 4, 5, 10, dst. Dari pasal-pasal tersebut dapat kita ketemukan kata “setiap orang”, kata tersebut menunjukan bahwa manusia adalah subjek hukum tindak pidana pencucian uang. Lebih lanjut apabila kita menyimak ketentuan Pasal 1 angka 9 lebih menegaskan bahwa manusia adalah subjek hukum tindak pidana pencucian, dalam pasal tersebut dikatakan bahwa “ setiap orang adalah orang perseorangan atau korporasi”
- Korporasi (Badan Hukum dan Non Badan Hukum)
Korporasi baik berbadan hukum maupun non badan hukum tidak diragukan lagi sebagai subjek hukum tindak pidana pencucian uang. Hal ini dapat kita pahami dari ketentuan pasal-pasal dalam UU TPPU, diantaranya pada Pasal 1 angka 9-10, Pasal 3-5, 6, 7, 9 dst. Korporasi (badan hukum dan non badan hukum) adalah subjek hukum tindak pidana pencucian uang hal ini ditegaskan dari ketentuan Pasal 1 angka 9 dan 10 UU TPPU. Berikut akan disajikan bunyi Pasal 1 angka 9 dan 10. Pasal 1 angka 9 menyatakan bahwa “setiap orang adalah orang perseorangan atau korporasi” sementara Pasal 1 angka 10 menyatakan “korporasi adalah kumpulan orang dan/atau kekayaan yang terorganisasi, baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum”.
Dari apa yang dikemukakan diatas jelas bahwa subjek hukum tindak pidana pencucian uang sebagaimana diatur dalam UU No 8 Tahun 2010, tegas menyatakan bahwa subjek hukumnya yakni manusia dan korporasi baik badan hukum mapun non badan hukum.
Berikutnya mengenai objek hukum tindak pidana pencucian uang, dapat kita pahami dari ketentuan Pasal 1 angka 1 UU No. 8 Tahun 2010 yang menyatakan bahwa “Pencucian uang adalah segala perbuatan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang ini”. Dari apa yang disebutkan secara eksplisit pasal tersebut diatas jelas bahwa objek hukum tindak pidana pencucian uang yakni pencucian uang yang meliputi segala perbuatan yang memenuhi unsur-unsut tindak pidana sebagaimana diatur dalam UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
d. Sistem Pembuktian yang Dianut UU Tindak Pidana Pencucian Uang
Setelah kita mengetahui apa itu tindak pidana pencucian uang, kualifikasinya dan juga subjek maupun objek hukum tindak pidana pencucian uang, maka hal selanjutnya yang perlu kita ketahui yakni mengenai sistem beracaranya salah satunya yakni mengenai sistem pembuktian yang dianut dalam UU TPPU. Sistem pembuktian yang dianut dalam UU TPPU adalah sistem pembuktian terbalik. Hal ini dapat kita amini dari ketentuan Pasal 77 jo. 78 UU TPPU. Pembuktian terbalik karena beban pembuktian terbalik, dalam hal ini yang wajib membuktikan bahwa harta kekayaannya bukan merupakan hasil tindak pidana (sebagaimana disebutkan dalam Pasal 2 UU TPPU) adalah terdakwa. Hal ini berbeda dengan pembuktian yang diatur dalam KUHAP dimana jaksa penuntut umumlah yang wajib membuktikan dakwaan yang didakwakan kepada terdakwa. Pembuktian terbalik merupakan ketentuan yang bersifat lex specialis derogat legi generalis. Untuk memperjelasnya maka akan dikutip bunyi ketentuan Pasal 77 dan 78 UU No. 8 Tahun 2010 berikut ini. Pasal 77 berbunyi “ untuk kepentingan pemeriksaan di sidang pengadilan terdakwa wajib membuktikan bahwa harta kekayaannya bukan merupakan hasil tindak pidana”. Pasal 78 secara eksplisit mengatakan ayat (1) dalam pemeriksaan di sidang pengadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77, hakim memerintahkan terdakwa agar membuktikan bahwa harta kekayaan yang terkait dengan perkara bukan berasal atau terkait dengan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1). Pada ayat (2) menyatakan bahwa “ terdakwa membuktikan bahwa harta kekayaan yang terkait dengan perkara bukan berasal atau terkait dengan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dengan cara mengajukan alat bukti yang cukup.
e. Sidang In Absentia dalam Peradilan Tindak Pidana Pencucian Uang
Sistem beracara lain yang diatur dalam UU TPPU yakni dimungkinkan adanya peradilan in absentia. Sidang in absentia merupakan persidangan yang dilakukan tanpa hadirnya terdakwa dalam hal ia telah dipanggil secara sah akan tetapi tidak datang mengahadap. Ketentuan yang mengatur adanya sidang in absentia yakni sebagaimana disebutkan dalam ketentuan Pasal 79 UU TPPU dalam ayat (1) ditegaskan bahwa “ dalam hal terdakwa telah dipanggil secara sah dan patut tidak hadir di sidang pengadilan tanpa alasan yang sah, perkara dapat diperiksa dan diputus tanpa hadirnya terdakwa”. Sidang in absentia merupakan ketentuan yang bersifat lex specialis derogat legi generalis, hal ini merupakan penyimpangan dari asas yang terdapat dalam KUHAP yang menyatakan bahwa terdakwa harus menghadap langsung di muka persidangan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar