Tinjauan Hukum dan Sosiologis Terhadap Fenomena Tawuran Antar Pelajar
Oleh : Ade Adhari
Pendahuluan
Untuk menerapkan berbagai teori sosiologi mengenai konflik, diintegrasi dan deviation, maka diakhir kajian ini penulis berusaha untuk melihat serta memandang lebih jauh antara teori yang ada dengan fakta yang ada di lapangan. Sekaligus sebagai bagian tugas yang diberikan dosen pengampu mata kuliah sosiologi kelas B regular-1 yakni Bpk. Soeparno, S.H.,M.H..
A. Latar Belakang Masalah
Maraknya tingkah laku agresif akhir-akhir ini yang dilakukan kelompok remaja kota merupakan sebuah kajian yang menarik untuk dibahas. Perkelahian antar pelajar yang
pada umumnya masih remaja sangat merugikan dan perlu upaya untuk mencari jalan
keluar dari masalah ini atau setidaknya mengurangi. Perkembangan teknologi yang
terpusat pada kota-kota besar mempunyai korelasi yang erat dengan meningkatnya
perilaku agresif yang dilakukan oleh remaja kota. Tujuan pembahasan ini adalah mengetahui rangsangan atau pengaruh terhadap agresivitas yang dilakukan oleh remaja kota, membahas pengaruh identitas kelompok yang sangat kuat yang menyebabkan timbul sikap negatif dan mengeksklusifkan kelompok lain, mengetahui faktor-faktor apa sajakah yang memicu perilaku remaja kota serta mencaripenanggulangan yang tepat dalam menyikapi kenakalan remaja kota.
Manfaat dari pembahasan ini adalah membuka cakrawala bagi semua kalangan baik pemerintah, masyarakat maupun keluarga untuk dapat bekerja sama dalam menyiapkan kader-kader dan generasi bangsa, untuk mengurangi tingkat agresivitas maupun kenakalan remaja khususnya perkelahian massal yang kerap kali dilakukan oleh remaja kota. Pertentangan (conflict) masyarakat mungkin pula sebab terjadinya perubahan social dan kebudayaan. Pertentangan-pertentangan mungkin terjadi antara individu dengan kelompok atau perantara kelomok dengan kelompok. Umummnya masyarakat Indonesia bersifat kolektif. Segala kegiatan didasarkan pada kepentingan masyarakat. Kepentingan individu walaupun diakui, tetapi mempunyai fungsi social. Tidak jarang timbul pertentangan antara kepentingan individu denagan kelompoknya, yang dalam hal-hal tertentu dapat menimbulkan perubahan perubahan. Menurut Soerjono Soekanto, Disintegrasi adalah suatu keadaan dimana tidak ada keserasian pada bagian-bagian dari suatu kebulatan atau suatu proses berpudarnya norma-norma dan nilai-nilai dalam masyarakat dikarenakan adanya perubahan-perubahan yang terjadi dalam lembaga-lembaga kemasyarakatan. Tawuran bisa dikatakan wujud deviation( penyimpangan nilai )
B. Identifikasi Masalah
Ada sebuah gurauan sinis di masyarakat pendidikan untuk menggambarkan bagaimana ’populernya’ perkelahian pelajar sekolah di Jakarta. Bagi anak-anak sekolah di Jakarta muatan lokal salah satu pelajarannya adalah Tawuran. Padahal seperti kita ketahui muaan lokal bagi anak-anak daerah umumnya adalah yang menjadi keunikan daerah tersebut, misalnya bahasa daerah/kesenian daerah. Dan untuk kasus tersebut kota metropolitan seperti Jakarta dan Kota besar lainnya seperti Semarang, sepertinya tidak ada unsur khusus yang bisa diberikan kepada anak didik di sekolah sebagai modal lokal, sehingga tawuran mungkin adalah pilihannya.
Mereka lebih suka berlari ke jalan dan bergerilya di jalan diaripada masuk kelas atau berolahraga di lapangan, maka tidak heranlah bila selanjutnya terbentuk apa yang disebut ‘budaya tawuran’, yang terus diwariskan secara turun temurun di sekolah-sekolah. Banyak hal yang menyebabkan hal itu terjadi, pada makalah ini akan coba diuraikan dalam sudut pandang sosiologis, secara sosiologis penulis akan mencoba menempatkan tawuran sebagai deviant (penyimpangan) dalam segmen akan ditarik relevansi teori Soerjono Soekanto tentang ‘deviant’ dan disintegrasi dalam kasus tawuran pelajar di ibukota, Menurut beliau, deviation adalah penyimpangan terhadap kaidah dan nilai-nilai dalam masyarakat. Serta melihat relevansi teori conflict Lewis Coser yang menyatakan konflik adalah perjuangan yang dilakukan oleh sekelompok masyarakat untuk memperjuangkan nilai serta tuntutan atas status, kekuasaan dan sumber daya yang bersifat langka pada kelompok lain[1]
C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan pada latar belakang dan identifikasi masalah diatas, maka ruang lingkup masalah penelitian ini dibatasi pada peyebab maraknya tawuran antar pelajar di Semarang.
D. Perumusan Masalah
Bertolak dari identifikasi masalah dan pembatasan masalah diatas maka secara opersional permasalahan yang akan diteeliti serta diamati dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Apakah terdapat hubumgan antara tawuran dengan faktor internal dalam diri pelaku tawuran?
2. Adakah kaitan antara kondisi lingkungan siswa dengan tawuran antar pelajar?
E. Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian dan pengamatan ini diharapkan dapat menjadi masukan berkaitan dengan maraknya tawuran antar pelajar di Jakarta dan Semarang. Disamping itu, penelitian dan pengamatan kali ini dapat memberikan gambaran sejelas mungkin mengenai pola perilaku pelajar yang telah termasuk tindak tuna sosial yakni tawuran antar pelajar, yang tentunya perilaku tersebut sudah jauh menyimpang dari nilai hakiki sebagai pelajar yang semestinya tidak melakukan hal yang demikian. Apabila hasil penelitian dan pengamatan pelajar maka diharapkan dapat dimanfaatkan oleh lembaga pendidikan dalam hal ini sekolah, dinas terkait serta para orang tua khususnya untuk dapat memahami ini semua.
Metodologi Penelitian
A. Tujuan Penelitian dan Pengamatan
Penelitian ini bertujuan untuk menguji masalah-masalah yang telah dirumuskan, yaitu untuk mengetahui secara mendalam mengapa tawuran antar pelajar marak terjadi. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui adakah kaitan antara faktor internal pelaku tawuran dengan tawuran itu sendiri..
2. Mengetahui adakah kaitan antara kondisi lingkungan siswa dengan tawuran pelajar
B. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan didua tempat yakni:
1. Di Semarang, sepanjang Jalan Menteri Soepeno
Hasil pengamatan mengenai perilaku pelajar ditempat tersebut kemudian dianalisis untuk pengujian hipotesis dan penarikan kesimpulan. Akhir dari kegiatan ini adalah penyusunan laporan.
C. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode-metode antara lain:
1. Metode kualitatif
2. Metode Studi Kasus yakni dengan wawancara.
Kedua metode ini digunakan dalam upaya mendeskripsikan pola perilaku pelajar serta kondisi lingkungan siswa.
D. Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi target penelitian ini adalah Sswa SMA dan SMK di Semarang
Sampel penelitian dan pengamatan penulis adalah para siswa yang tengah beraktifitas sepanjang Jalan Menteri Soepeno, yang menghubungkan antara SMA N 1 dan SMK 7 Semarang.
Penetapan teknik sampel seperti ini didasarkan pada pertimbangan bahwa: (a). sampel yang diharapkan sebagai unit analisis dalam penelitian ini adalah SMA yang notabene pernah tawuran yakni kedua sekolah yang dijadikan populasi penelitian ini. (b). pertimbangan berikutnya adalah kedua sekolah tersebut berdekatan dengan Undip (tempat penulis menuntut ilmu) sekaligus dekat tempat tinggal penulis, sehingga dengan demikiam diharapkan kami dapat meneliti lebih mendalam dan mendapat data yang akurat melaui pengamatan ini.
E. Teknik Pengumpulan Data
Sesuai dengan pengamatan serta penelitian yang telah kami sebutkan diatas, ada 4 sumber data yang akan dijaring untuk penelitian ini. Keempat data tersebut, yaitu (1). Mengenai pola perilaku remaja kami dapat melalui pengamatan secara langsung dilapangan. (2). Data diperoleh melalui wawancara kepada sampel yang telah kami tetapkan sebelumya. (3). Data diperoleh melalui srudi kepustakaan, (4). Data di dapat melalui media massa.
F. Instrumen Pengumpulan Data
Sebagaimana dijelaskan diatas, bahwa ada 4 jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini. Keempat sumber dara tersebut didasarkan pada pemikiran agar dapat menganalisis data secara mendalam dan mendapatkan fakta secara lebih jelas.
Pengamatan ditujukan untuk mendukung perolehan data secara kualitatif. Wawancara diharapkan dapat memberikan data-data yang keabsahanya terjamin serta merupakan bagian dari teknik metode studi kasis yang kami pada penelitian ini. Pelaksanaan pengamatan dilakukan selama 3 hari yakni 2-4 juni 2010 dan wawancara kami lakukan pada kamis 10 Juni 2010 pada 30 siswa SMA dan SMK. Kemudian data-data hasil pengamatan dan penelitian disandingkan dengan data yamg diperoleh melalui media massa untuk selanjutnya dianalisis melalui studi kepustakaan. Penyandingan data-data dimaksudkan mengetahui kelayakan data tersebut untuk dianalisis.
1. Insrumen Factor-faktor Tawuran dan Kaitannya dengan Kondisi Lingkungan
a. Definisi Konseptual
Tawuran merupakan suatu gajala social yang terjadi karena perbenturan kepentingan dan merupakan bentuk penyimpangan nilai ataupun kaidah yang telah lama melembaga dimasyarakat akibat dari adanya ketidakserasian nilai antar individu dengan individu yang lain kemudian meluas dalam bentuk konflik antar kelompok yang merasa kepentingannya terlanggar oleh kepentingan pihak lain. Dengan kata lain tawuran merupakan wujud dari Deviation.
b. Definisi Operasional
Deskrifsi mengenai tawuran adalah data yang diperoleh melalui antara lain:
1. Pengamatan lagsung dilapangan
2. Wawancara kepada sampel penelitian yakni dengan pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:
1. Apa yang anda ketahui tentang tawuran?
2. Apakah anda setuju dengan tawuran? Alasannya!
3. Mengapa remaja melakukan tawuran?
4. Apa motivasi melakukan tawuran?
5. Apa akibat melakukan tawuran?
6. Apa keuntungan tawuran?
7. Apa kerugian tawuran?
8. Apakah anda pernah tawuran?
9. Mana yang lebih sering tawuran, anak SMA atau SMK?
10. Apa akibat yang didapat melalui tawuran?
11. Bagaimana peran sekolah terhadap tindakan tawuran?
12. Siapa saja menurut kamu pihak yang berperan untuk selalu mengingatkan untuk tidak tawuran?
13. Bagaimana image disekolah terhadap anak-anak yang sering tawuran?
14. Tanggapan atau tindakanmu pada teman yang melakukan tawuran?
15. Solusi yang terbaik menurut kamu untuk mengurangi tawuran?
16. Apakah bimbingan konseling kerap diberikan kepada para siswa disekolahmu?
3. Media massa cetak maupun elektronik mengenai berita seputar tawuran remaja.
4. Semua data dianalisis melalui studi kepustakaan
.
G. Teknik Analisis Data
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas dua bagian, yaiti analisis deskriftif dan analisis studi kepustakaan. Analisi deskriftif dilakukan dengan menyajikan data-data yang diperoleh melalui media massa elektronik dan cetak serta yang diperoleh melalui pengamatan. Sedangkan analisis studi kepustakaan dilakukan dengan bantuan sumber-sumber sosiologis untuk menganalisis data-data hasil wawancara. Kedua analisis data digunakan untuk melihat gamabaran mengenai hal-hal yang diteliti dalam rangka pengujian hipotesis.
H. Hipotesis
Hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Hipotesis pertama,
Ada hubungan antara factor internal dalam diri pelaku tindak tawuran sehingga mendorong seseorang untuk tawuran.
2. Hipotesis kedua,
Ada kaitan antara kondisi lingkungan pelajar sehinnga memicu terjadinya tawuran.
I. Hasil Penelitian (Kesimpulan, Implikasi dan Saran)
a. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data dan pengujian hipotesis, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut.
- Pertama, Pengujian hipotesis pertama menyimpulkan bahwa terdapat hubungan positif antara factor intern dalam diri seseorang dengan tindakan yang akan dilakukan. Dengan kata lain bahwa factor intern dalam diri seseorangpun dapat memicu untuk berperilaku anarkis dalam hal ini melakukan tawuran.
Factor intern yang dapat dikemukakan antara lain:
1. Rasa ingin dihargai yang timbul dan melembaga disetiap individu sebagai manusia.
2.Rasa ingin diperhatikan, dalam hal ini ingin mendapatkan perhatian lebih baik dari lawan jenis, teman sebaya, guru maupun orang tua. Berkaitan dengan masalah ini pelaku mencoba mendapatkan melalui jalan yang bisa dikatakan instan tetapi tidak menyadari bahwa tindakan tersebut dapat menimbulkan tanggapan yang sebaliknya dalam hal ini tanggapan yang negative, cemoohan bahkan dikucilkan misalnya.
Pada pengujian hipotesis pertama didapat bahwa :
1. Tawuran merupakan wujud deviant,artinya bahwa tawuran merupakan penyimpangan terhadap nilai-nilai yang ada dalam masyarakat. Yakni wujud penyimpangan terhadap nilai persatuan dan kesatuan, saling menghormati, dan nilai kemanusiaan. Nilai-nilai itu semua dipertaruhkan hanya demi kepentingan yang jauh dari kata sesuai dengan nilai.
2. Wujud persatuan dan kesatuan yang dilanggar adalah bahwa kita sebagai manusia sebangsa setanah air dalam hal ini tanah air Indonesia, maka tak pantas jika nilai luhur yang merupakan kristalisasi nilai-nilai yang terdapat dalam Pancasila yang diyakini sebagai dasar dan pandangan hidup berbangsa dan bernegara. Maka bisa dikatakan tawuran sama saja menggadaikan falsafah dan dasar Negara Indonesia yakni pancasila.
3. Wujud saling menghormati yang dilanggar adalah, bahwa tawuran sama saja menciderai sekolah sebagai institusi pendidikan yakni sebagai sarana pengembangan kognitif, aferktif dan psykomotorik. Juga menciderai ibu dan bapak selaku orang tua, guru selaku pembimbing disekolah juga melukai teman sebagai orang terdekat setelah orangtua. Dalam hal ini tawuran telah meniadakan sikap saling menghargai karena ego yang berperan.
4. Wujud nilai kemanusiaan yang terlanggar adalah ketika tawuran terjadi pelaku saling memukul, menciderai, melukai bahkan mencoba melakukan tindakan-tindakan lain yang jauh dari nilai kemanusiaan. Jadi Nampak disini bahwa dengan melihat pendapat Soerjono Soekanto mengenai teori deviation, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa Deviation adalah suatu keadaan dimana kristalisasi nilai-nilai yang ada dimasyarakat telah terlanggar baik oleh sikap, perilaku ataupun perbuatan yang menjauh dari nilai-nilai.
5. Tawuran merupakan bentuk dari pertentangan atau conflict, terjadi antara dua kelompok yang masing-masing memiliki nilai-nilai yang telah melembaga , dimana tawuran terwujud karena ada rasa solidaritas yang tinggi ditiap anggota kelompok serta meletus karena ada kepentingan yang terlanggar oleh masing-masing pihak yang berasal dari kelompok berbeda. Dengan kata lain nilai postif dari tawuran atau konflik pada umumnya adalah dapat memperbesar rasa solodritas dan persahabatan tetapi jauh dari pada itu kerugiannya jauh lebih besar dari pada keuntungannya. Kerugiannya bisa berupa kerugian materil sampai kerugian immaterial.
6. Kerugian materil misalnya,dikeluarkan dari sekolah, hancurnya harta benda, terkurasnya biaya untuk mengobati yang luka bahkan lebih besar lagi apalbila menimbulkan cacatnya seseorang atau bahkan kematian. Karema tak jarang tawuran menggunakan sarana seperti senjata tajam.
7. Kerugian imateril misalnya, membuat orang sekitar menjadi khawatir bahkan ketakutan. Atau bisa jadi kerugian yang bersifat psykis yakni bisa berasal dari cemoohan orang sekitar.
Setelah melihat definisi conflict menurut lewis coser serta membandingkan dengan fakta dilapangan penulis berkesimpulan bahwa conflict adalah usaha-usaha untuk memperjuangkan kepentingan kelompok yang telanggar oleh kelompok lain yang dilakukan dengan jalan destruktif atau diluar kaidah yang ada dalam masyarakat.
Tawuran terjadi karena ada ketidaksesuaian antara nilai yang ada dengan tindakan yang dilakukan. Tawuran merupakan salah satu bentuk dari pertentangan, dan pertentangan merupakan salah satu factor disintegrasi. Dengan demikian bahwa ketidaksesuaian yang terjadi antar kelompok yang saling bertikai dapat mengarah pada suatu proses disintegrasi. Selain itu tawuran (salah satu bentuk conflict) hal yang menandakan memudarnya nilai-nilai yang ada dimasyarakat yang merupakan hal-hal yang memperkokoh integrasi.
Jadi dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa Disintegrasi merupakan keadaan dimana nilai-nilai atau kaidah-kaidah sebagai pengokoh integrasi telah memudar.
- Kedua, Pengujian hipotesis kedua menyimpulkan hubungan yang positf antara kondisi lingkungan dengan timbulnya tawuran antar pelajar.
Bahwa dapat dikemukakan bahwa lingkungan memegang peranan yang sangat penting. Mengapa demikian, secara garis besar remaja mengalami atau melewati tiga fase yakni:
Masa pubertas (14 - 16 tahun)
Masa ini disebut juga masa remaja awal, dimana perkembangan fisik mereka begitu menonjol. Remaja sangat cemas akan perkembangan fisiknya, sekaligus bangga bahwa hal itu menunjukkan bahwa ia memang bukan anak-anak lagi. Pada masa ini, emosi remaja menjadi sangat labil akibat dari perkembangan hormon-hormon seksualnya yang begitu pesat. Keinginan seksual juga mulai kuat muncul pada masa ini. Pada remaja wanita ditandai dengan datangnya menstruasi yang pertama, sedangkan pada remaja pris ditandai dengan datangnya mimpi basah yang pertama. Remaja akan merasa bingung dan malu akan hal ini, sehingga orang tua harus mendampinginya serta memberikan pengertian yang baik dan benar tentang seksualitas. Jika hal ini gagal ditangani dengan baik, perkembangan psikis mereka khususnya dalam hal pengenalan diri/gender dan seksualitasnya akan terganggu. Kasus-kasus gay dan lesbi banyak diawali dengan gagalnya perkembangan remaja pada tahap ini.
Di samping itu, remaja mulai mengerti tentang gengsi, penampilan, dan daya tarik seksual. Karena kebingungan mereka ditambah labilnya emosi akibat pengaruh perkembangan seksualitasnya, remaja sukar diselami perasaannya. Kadang mereka bersikap kasar, kadang lembut. Kadang suka melamun, di lain waktu dia begitu ceria. Perasaan sosial remaja di masa ini semakin kuat, dan mereka bergabung dengan kelompok yang disukainya dan membuat peraturan-peraturan dengan pikirannya sendiri.
Masa akhir pubertas (17 - 18 tahun)
Pada masa ini, remaja yang mampu melewati masa sebelumnya dengan baik, akan dapat menerima kodratnya, baik sebagai laki-laki maupun perempuan. Mereka juga bangga karena tubuh mereka dianggap menentukan harga diri mereka. Masa ini berlangsung sangat singkat. Pada remaja putri, masa ini berlangsung lebih singkat daripada remaja pria, sehingga proses kedewasaan remaja putri lebih cepat dicapai dibandingkan remaja pria. Umumnya kematangan fisik dan seksualitas mereka sudah tercapai sepenuhnya. Namun kematangan psikologis belum tercapai sepenuhnya.
Periode remaja Adolesen (19 - 21 tahun)
Pada periode ini umumnya remaja sudah mencapai kematangan yang sempurna, baik segi fisik, emosi, maupun psikisnya. Mereka akan mempelajari berbagai macam hal yang abstrak dan mulai memperjuangkan suatu idealisme yang didapat dari pikiran mereka. Mereka mulai menyadari bahwa mengkritik itu lebih mudah daripada menjalaninya. Sikapnya terhadap kehidupan mulai terlihat jelas, seperti cita-citanya, minatnya, bakatnya, dan sebagainya. Arah kehidupannya serta sifat-sifat yang menonjol akan terlihat jelas pada fase ini.
Ketiga fase tersebut harus dilalui dengan baik, pada fase pertama dan fase kedua masing-masing individu melewatinya khusus pada fase ini lembaga pendidikan berperan penuh dalam perkembangan kognitif, afektif maupun psykomotorik para anak didiknya. Kenakalan remaja seperti tawuran, ini terjadi apabila dianalisis ditemukan bahwa sekolah selaku institusi pendidikan gagal dalam penanaman,dan pelembagaan nilai-nilai guna meningkatkan kualitas keimanan, ketakwaan maupu keluhuran baik sikap maupun mental para siswa. Indikasinya adalah berdasarkan penelitian yang penulis lakukan sekolah kurang memberikan bimbingan konseling dalam hal ini sekolah cenderung mengatasi tawuran remaja hanya dengan pemberian sanksi terlepas daripada itu seharusnya tindakan yang lebih personal tidak boleh dilupakan
b. Implikasi
Berdasarkan hasil analisis dan kesimpulan penelitian, bahwa terdapat hubungan yang positif antara faktor internal dalam diri siswa dengan timbulnya tawuran dan antara kondisi lingkungan dengan maraknya tawuran pelajar. Bertolak dari hasil penelitian ini, dirumuskan beberapa implikasi dengan penekanan pada hal berikut.
1. Upaya Peningktan Fungsi Sekolah Sebagai Institusi Pendidikan
Penulis berkeyakinan bahwa sekolah memegang fungsi strategis dalam rangka menciptakan manusia-manusia yang memiliki mental, spiritual dan berpengetahuan baik.
Berikut beberapa hal yang dapat dilakukan untuk meningkatkan keberhasilan sekolah dalam menjalankan fungsi strategis tersebut:
Pertama, kepala sekolah sebagai pemimpin tertinggi dalam suatu lingkungan sekolah harus senantiasa mendorong para guru dalam hal ini seluruh tenaga pengajar untuk memberikan pengarahan-pengarahan baik besifat mental maupun spiritual dalam rangka menjalankan fungsi strategis tersebut
Kedua, ibu dan bapak selaku orang tua siswa diharapkan mampu menjadi motivator bagi anaknya.
Ketiga, para siswa diharapkan mampu menselaraskan antara kepentingan-kepentingan dalam diri dengan nilai-nilai keluhuran yang memang semestinya ditaati dan dipatuhi dengan sepenuh hati
2. Upaya Menekan Tawuran bahkan meniadakan
Berdasarkan penelitian yang kami lakukan, adapun upaya yang dapat dilakukan dalam rangka menekan atau bahkan meniadakan tawuran antaralain:
Diperlukan kerjasama antara orangtua, sekolah selaku instutusi pendidikan dan juga siswa. Orangtua dan guru disekolah di harapkan memegang teguh falsafah “Ing Ngarso Sun tulodo Ing Madya Mangun karso Tut Wuri Handayani”. Memang jika ingin lebih baik falsafah itu harus dipegang karena anak atau siswa selalu melihat untuk dijadikan sebagai contoh, karena anak sebagai siswa adalah pihak yang sedang belajar. Anak sebagai siswa sekolah tentunya juga memiliki peran untuk selalu berusaha mematuhi nilai-nilai luhur yang ada dimasyarakat.
c. Saran
Berdasarkan uraian terdahulu, utamanya pada hasil penelitian dan implikasi, diakhir uraian ini dikemukakan beberapa saran berikut.
Pertama, hasil penelitian ini menunjukan bahwa ada hubungan positif antara faktor internal dalam diri pelaku tindak tawuran sehingga mendorong untuk melakukan tawuran. Untuk itu, disarankan agar siswa belajar untuk nenyelaraskan diri dengan nilai-nilai luhur yang memang harus ditaati dan diikuti agar tidak terjadi benturan dengan kepentingan yang menjauh dari nilai-nilai luhur. Contoh konkritnya adalah mengamalkan dasar dan falsafah bangsa yakni Pancasila.
Kedua, meyakini dalam diri bahwa tawuran sebagai tindakan amoral yang hanya membawa kesengsaraan hidup bukan hanya bagi diri sendiri maupun orang lain.
Ketiga, jangan berfikir bahwa rasa solidaritas akan kuat bila tawuran. Karena sesungguhnya sejatinya solidaritas adalah mengagungkan nilai kamanusiaan dan didalam tawuran tidak ada sedikitpun nilai-nilai kemanusiaan itu. Karena sekali lagi penulis menegaskan bahwa solidaritas adalah cerminan rasa kemanusiaan dan tawuran tidak mencerminkan demikian.
Keempat, sekolah harus berusaha mennciptakan “Tata Tentrem Kertaraharja”(Pendapat Prof. Sudarto, S.H.) yakni melalui pemberian sanksi yang lebih bermanfaat kepada siswa pelaku tindak tawuran yakni dengan bimbingan kerohaniaan untuk menanamkan kembali nilai-nilai yang memudar.
Kelima, dalam rangka reintegrasi akibat kegoncangan nilai pasca tawuran cara terbaik adalah kesinergian pihak-pihak terkait didalam mendukung kondisi yang lebih mengarah kesesuaian dengan nilai atau kaidah yang berlaku.
Keenam, untuk menjustifikasi berbagai teori tentang conflict, deviation dan disintegrasi yang berkaitan untuk menekan bahkan meniadakan tawuran antar pelajar, sebaiknya diadakan penelitian yang sama dengan mengembangkan sampel yang lebih besar dan wilayang yang lebih luas serta subjek penelitian pada pendidikan menengah dikota besar lainnya. Besar harapan penulis agar penelitian ini dilanjutkan demi cita luhur yakni menciptakan generasi penerus bangsa yang berkualitas baik mental maupun spiritual, serta penerus bangsa yang senantiasa memegang nilai-nilai luhur bangsa dan negara.
maaf bos parahan mana jakarta ama makassar klau soal tawurannya?
BalasHapus