Penentuan Garis Pangkal atau Dasar (Base Line) Seluruh Kepulauan Indonesia dalam menentukan Perairan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia Berdasarkan Rezim Hukum Zona Ekonomi Ekskusif (Konvensi Hukum Laut PBB 1982)
Oleh:
Ade Adhari
Abstract
Exclusive economic zone (ZEE) is closely connected with the wealth of biological or fisheries based on the assumption that the waters above the land / waters of the continental shelf is very good for fish life. Thus, the source of natural riches contained therein better and living resources of mineral wealth is necessary to obtain protection and reserved for the welfare of the coastal State. For that then what kind of legal regime of the sea which is based on conventions regulate the presence of the exclusive economic zone.
Pembahasan
Zona ekonomi eksklusif (The exclusive economic zone) adalah pengaturan baru yang ditetapkan oleh Konvensi Hukum Laut 1982. Sebelum Perang Dunia ke-II dikenal beberapa perjanjian internasional yang mengatur batas perairan antar negara seperti perjanjian Perbatasan Norwegia-Swedia tahun 1909 dan perjanjian perbatasan Inggris-Venezuela tentang perbatasan ditelik Paria antara Trinidad dan Amerika Selatan.[1] Kemudian disusul negara-negara lain yang ingin megadakan perjanjian yang serupa. Dengan kata lain disini terlihat bahwa negara-negara pantai secara unilateral mengadakan berbagai macam klaim melalui perundang-undangan nasional ataupun melaui perjanjian bilateral (contoh antara Norwegia-Swedia) atas laut territorial dan zona ekonomi maritime lainnya (termasuk ZEE) ditambah lagi adanya Konvensi Hukum Laut Jenewa Tahun 1958 yang bertolak dari berbagai adanya kepentingan menegenai pengaturan yang jelas mengenai berbagai rezim hukum laut akan tetapi gagal untuk menetapkan norma hukum laut.
Pada laut melekat berbagai fungsi dan manfaat bagi kehidupan manusia, maka setiap bangsa mempunyai kepentingan atas laut yang berdekatan dengan pantai negaranya maupun lautan yang jauh dari pantainya secara horizontal dan secara vertical. Hukum, dalam hal ini hukum internasional, akan berperan sebagai alat untuk nmengatur hubungan-hubungan atau masalah-masalah yang timbul dari kemungkinan adanya pertentangan kepentingan yang berbeda yang salah satunya menyangkut rezim zona ekonomi eksklusif. Lebih lanjut seperti dikatakan oleh Bernard H. Oxman, bahwa ketentuan zona ekonomi eksklusif keseluruhannya adalah hukum yang baru. Diukur dari segala sudut politik, militer, ekonomi, ilmiah, lingkungan, sebagian besar dari kegiatan dan kepentingan dilaut dikuasai oleh pengaturan baru ini. [2] Suatu perkembangan baru yang penting dalam konvensi Hukum Laut 1982 adalah diakuinya rezim hukum zona ekonomi eksklusif (ZEE) sebagai suatu rezim hukum laut internasional yang baru. Sebagai suatu rezim hukum laut internasional yang baru, zona ekonomi eksklusif merupakan rezim hukum sui generis, dalam arti suatu rezim hukum yang dibentuk dan ditumbuhkan sebagai konsep tata pengaturan hukum yang asli (original).[3]
Dengan kata lain zona ekonomi ekslusif telah diakui bersamaan dengan diakui rezim yang mengaturnya tersebut (rezim hukum ekonomi eksklusif). Lantas mengenai hal itu timbul pertanyaan seberapa luas zona ekonomi eksklusif yang diakui oleh Konvensi Hukum Laut 1982? Serta masalah status hukum perairan Indonesia seperti apa (menyangkut ZEE)? Untuk menjawab hal itu perlu kita lihat ketentuan konvensi yang mengatur rezim hukum laut tersebut, dimana berdasarkan Pasal 55 jo. Pasal 57 Konvensi hukum laut PBB 1982, zona ekonomi eksklusif adalah suatu daerah atau jalur laut didaerah atau jalur laut diluar dan berdampingan dengan laut wilayah yang lebarnya tidak melebihi 200 Mil laut , yang diukur dari garis pangkal darimana lebar laut wilayah diukur. Dimana bila kita pahami ketentuan Pasal 57 KHL jelas bahwa konvensi menetapkan pengaturan tentang daerah maritime diluar tetapi bersambung dengan laut territorial dan zona tambahan yang disebut Zona Ekonomi Eksklusif. Dari ketentuan sebagaimana tersebut diatas jelas bahwa penentuan zona ekonomi eksklusif dan semua rezim hukum laut selalu diukur dari garis pangkal/dasar (base line). Artinya garis pangkal ini adalah untuk mengukur semua wilayah laut termasuk Zona Ekonomi Eksklusif.
Indonesia sebagai negara kepulauan dapat menarik garis pangkal lurus kepulauan sampai sejauh 100 mil laut, yang menghubungkan titik-titik paling luar dari pulau paling luar dan batu-batu karang. Adapun definisi yang diberikan terhadap negara kepulauan ialah sebagai negara-negara yang terdiri seluruhnya dari satu atau lebih kepulauan. Selanjutnya ditentukan bahwa yang dimaksud kepulauan ialah sekumpulan pulau-pulau, perairan yang saling berhubungan (interconnecting waters) dan karakteristik alamiah lainnya dalam pertalian yang demikian erat, sehingga membentuk satu kesatuan intrinsik geografis, ekonomis dan politis atau secara historis memang dipandang sebagai demikian.[4]
Sebagaimana dikatakan diawal, bahwa semua rezim hukum laut dalam hal ini termasuk rezim zona ekonomi eksklusif selalu diukur dari garis pangkal/dasar (base line). Garis pangkal ini diukur pada saat surut air terendah. Garis Air Rendah adalah datum hidrografis peta kenavigasian yang ditetapkan pada kedudukan rata-rata Garis Air Rendah perbani. Dimana Datum Hidrografis adalah muka surutan peta yang merupakan satu referensi permukaan laut yang dipergunakan untuk melakukan reduksi angka-angka kedalaman laut padapeta kenavigasian. Sementara yang dimaksud Peta Navigasi adalah peta laut yang disusun untuk kepentingan kenavigasian di laut dengan memperhatikan standar internasional, dalam rangka keselamatan pelayaran.[5] Pemerintah menarik Garis Pangkal Kepulauan untuk menetapkan lebar laut teritorial. Penarikan Garis Pangkal Kepulauan tersebut dilakukan dengan menggunakan:
a. Garis Pangkal Lurus Kepulauan;
b. Garis Pangkal Biasa;
c. Garis Pangkal Lurus;
d. Garis Penutup Teluk;
e. Garis Penutup Muara Sungai, Terusan dan Kuala; dan
f. Garis Penutup pada pelabuhan.[6]
Dengan demikian jelas bahwa ada beberapa ada beberapa jenis garis pangkal yang dapat digunakan untuk menarik semua rezim hukum (termasuk ZEE). Penentuan garis pangkal adalah penting dalam hal menarik semua rezim hukum laut. Seperti kita ketahui bahwa zona ekonomi eksklusif lebarnya adalah 200 mil laut dan terletak setelah laut territorial (territorial sea) dan zona tambahan. Akan tetapi secara empiris lebar ZEE yakni 188 mil laut bukan 200 mil laut. Karena seperti kita ketahui 12 mil laut dari garis pangkal/dasar telah merupakan rezim hukum laut territorial yang secara vertikal negara memiliki kedaulatan yang mutlak (absotute sovereignity) sehingga jelas faktanya ZEE tidak seluas 200 mil.
Dizona ekonomi eksklusifnya, berdasarkan Pasal 56 Konvensi Hukum Laut 1982 negara pantai mempunyai dan melaksanakan:[7]
a. Hak berdaulat (sovereign right) untuk keperluan eksplorasi dan ekspolitasi, konservasi dan pengelolaan sumber kekayaan alam, baik hayati maupun non hayati dari perairan diatas dasar laut, dari dasar laut dan tanah dibawahnya dan berkenaan dengan kegiatan lain untuk keperluan eksplorasi dan eksploitasi zona ekonomi eksklusif tersebut seperti produksi energy dari air, arus dan angin.
b. Yurisdiksi sebagaimana ditenyukan dalam ketentuan yang relevan dengan konvensi, berkenaan dengan:
- Pembuatan dan pemakaian pulau buatan, instalasi dan bangunan
- Penelitian ilmiah kelautan
- Perlindungan dan pelestarian lingkungan laut
c. Hak dan kewajiban lain sebagimana ditentukan dalam konvensi
Hak-hak lain dari negara pantai berdasarkan ketentuan konvensi adalah melaksanakan penegakan hukum dan peraturan perundang-undangan dizona ekonomi eksklusifnya. Terhadap kapal-kapal yang melakukan pelanggaran peraturan perundang-undangannya, maka berdasrkan Pasal 73 konvensi negara pantai mempunyai hak untuk menaiki kapal, memeriksa, menangkap dan melakukan proses peradilan. [8]
Apabila kapal asing yang melakukan pelanggaran tersebut melarikan diri, maka negara pantai juga mempunyai hak untuk melakukan pengejaran seketika, sebagimana yang ditentukan dalam Pasal 111 ayat (2) Konvensi yaitu bahwa:[9]
“ hak pengejaran seketika harus berlaku mutatis mutandis bagi pelanggaran-pelanggaran dizona ekonomi eksklusif atau landas kontinen, termasuk zona-zona keselamatan disekitar instalasi-instalasi di landas kontinen, terhadap peraturan perundang-undangan Negara pentai yang berlaku sesuai dengan konvensi ini bagi zona ekonomi eksklusif aatu landas kontinen, termasuk zona keselamatan tersebut”.
Dalam bidang penelitian ilmiah kelautan, negara pantai berhak untuk mengatur penelitian tersebut, dalam rangka untuk mendukung pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya alam hayati secara bertanggung jawab berdasarkan asas-asas ilmiah. Hal itu ditentukan dalam konvensi yang menyatakan bahwa negara pantai dalam melaksanakan yurisdiksinya mempunyai hak untuk mengatur, mengijinkan dan menyelenggarakan penelitian ilmiah kelautan di dalam zona ekonomi eksklusifnya.[10]
Konvensi selain memberikan hak, juga menetapkan kewajiban bagi negara pantai berkaitan dengan ZEE. Mengenai kewajiban negara pantai dizona ekonomi eksklusifnya adalah (Prof. Lazarus:2005:52-53):
a. Harus menetapkan jumlah tangkapan yang diperbolehkan (total allcable catch) Pasal 61 Ayat (1) Konvensi
b. Menjamin hasil maksimum yang lestari (maximum sustainable yield) Pasal 61 ayat (3) Konvensi
c. Menggalakan pemanfaatan zona ekonomi eksklusif secara optimum dengan menetapkan kemampuannya untuk memanfaatkan sumber daya alam hayati (capacity to harvest) Pasal 62 ayat (2) Konvensi
d. Mengadakan tindakan konservasi dan pengelolaan yang tepat dengan memperhatikan bukti ilmiah yang terbaik, untuk kepentingan pemeliharaan sumber daya alam hayati di zona ekonomi eksklusif, agar tidak dibahyakan oleh eksploitasi yang berlebihan ( Pasal ayat (2) Konvensi
e. Kewajiban Negara pantai lainnya yang didasarkan pada ketentuan hukum internasional adalah kewajiban untuk menghormati hak-hak Negara lain, kebebasan pelayaran dan penerbangan, dan kebebasan pemasangan kabel dan pipa-piapa bawah laut. Hal itu disebabkan pada hakekatnya perairan di permukaan zona ekonomi eksklusif merupakan perairan internasional.
Dengan demikian jelas bahwa untuk menentukan seberapa besar/lebar zona ekonomi eksklusif tentunya kita harus melihat pada ketentuan Konvensi Hukum Laut PBB 1982. Dimana berdasarkan ketentuan PP No. 38 Tahun 2002 jo. PP No.37 Tahun 2008 tentang Daftar Koordinat Geografis Titik-Titik Garis Pangkal Kepulauan Indonesia yang disahkan sebagai bentuk tindak lanjut pengesahan konvensi tersebut. Dimana dalam Peraturan Pemerintah tersebut telah ditentukan garis pangkal/dasar (base line) dari tiap wilayah kepualuan Indonesia. Berdasrkan ketentuan Konvensi jelas lebar ZEE yakni 200 mil laut yang diukur dari garis pangkal/dasar. Sehingga jelas lebar ZEE perairan laut Indonesia yakni 200 mil laut dari tiap garis pangkal/dasar yang telah ditetapkan dalam kedua peraturan pemeritah tersebut.
Dari penjelasan mengenai penentuan garis pangkal/dasar (base line) dalam penarikan zona ekonomi eksklusif, berikut akan ditampilkan konkritisasi berupa gambar yang dapat mendeskripsikan titik-titik dasar dan garis-garis pangkal kepulauan Indonesia.
Kesimpulan
Akhir kata, dapat disimpulkan bahwa semua rezim hukum laut dalam hal ini termasuk rezim zona ekonomi eksklusif selalu diukur dari garis pangkal/dasar (base line). Garis pangkal ini diukur pada saat surut air terendah. Garis Air Rendah adalah datum hidrografis peta kenavigasian yang ditetapkan pada kedudukan rata-rata Garis Air Rendah perbani. Dimana Datum Hidrografis adalah muka surutan peta yang merupakan satu referensi permukaan laut yang dipergunakan untuk melakukan reduksi angka-angka kedalaman laut padapeta kenavigasian. Lebih lanjut Penarikan Garis Pangkal Kepulauan tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan:
a. Garis Pangkal Lurus Kepulauan;
b. Garis Pangkal Biasa;
c. Garis Pangkal Lurus;
d. Garis Penutup Teluk;
e. Garis Penutup Muara Sungai, Terusan dan Kuala; dan
f. Garis Penutup pada pelabuhan
penarikan garis pangkal kepulauan dapat dilakukan dengan mengkombinasikan jenis penarikan garis pangkal hal ini berdasarkan ketentuan konvensi hukum Laut PBB 1982. Selain itu konvensi juga telah menetukan secara definitif luas zona ekonomi eksklusif yakni sepanjang 200 mil laut yang ditarik dari garis pangkal (base line). Akan tetapi secara empiris luas zona ekonomi eksklusive hanya seluas 188 mil laut, karena setelah 12 mil laut dari garis pangkal telah merupakan wilayah laut territorial yang keberlakuannya sama halnya diwilayah darat dan memiliki kedaulatan yang mutlak (absolute sovereignity).
Bila kita mengacu pada ketentuan PP No. 38 Tahun 2002 jo. PP No.37 Tahun 2008 tentang Daftar Koordinat Geografis Titik-Titik Garis Pangkal Kepulauan Indonesia yang disahkan sebagai bentuk tindak lanjut pengesahan konvensi Hukum Laut 1982 jelas dalam muatan lampiran peraturan pemerintah tersebut Indonesia lebih banyak atau dominan menggunakan Garis Pangkal Lurus Kepulauan dan Garis Pangkal Biasa dalam penentuan garis pangkal/ dasarnya (base line).
Daftar pustaka
Chairul Anwar, 1989, Horizon Baru Hukum Laut Internasional. Jakarta: Djambatan.
Prof. Lazarus, 2005. Pokok-pokok Hukum Laut Internasional. Semarang: Pusat Studi Hukum Laut
Prof. Mochtar Kusumaatmadja, 1978, Hukum Laut Internasional. Bandung: Bina Cipta
Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2002 tentang Daftar Koordinat Geografis Titik-Titik Garis Pangkal Kepulauan Indonesia
Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2008 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2002 tentang Daftar Koordinat Geografis Titik-Titik Garis Pangkal Kepulauan Indonesia
[1] Chairul Anwar, S.H., Horizon baru hukum laut internasional, hal 44
[2] Ibid, hal 45
[3] Prof. Lazarus, Pokok-pokok hukum laut internasional, hal 49
[4] Dikutip dari Chairul Anwar, Op. Cit. hal 77 serta lihat Pasal 46 KHL 1982
[5] Lihat Pasal 1 Angka 2, 3 dan 4 PP No. 38 Tahun 2002.
[6] Lihat Pasal 2, ibid
[7] Prof Lazarus, Op. Cit, hal 50
[8] ibid
[9] ibid
[10] Ibid
[11] Ringkasan Kuliah Hukum Laut Internasional Oleh Prof. Lazarus
Tidak ada komentar:
Posting Komentar