Suatu Tinjauan Yuridis Sosiologis Terhadap Hukum Kewarisan Islam Dalam Praktik Waris Islam Pada Masyarakat Muslim Indonesia
Pendahuluan
Warisan adalah permasalahan yang sangat rumit dan riskan. Di mana pun dan kapan pun warisan menjadi persoalan yang sangat polemik. Tak seorang pun mampu berbuat adil. Kecendrungan manusia yang tamak dengan harta membuat keadilan mustahil ada dalam diri setiap manusia. Apalagi jika pembagian harta warisan tidak dibagi dengan cara syri’at Islam, hal ini akan menjerumuskan pihak-pihak yang berkaitan langsung dengan soal pembagian tersebut ke dalam kemungkaran. Tidak hanya saling bermusuhan, tetapi nyawa pun bisa menjadi taruhannya demi mendapatkan bagian yang besar. Bahkan, hubungan persaudaraan pun lambat laun hilang seiring berjalannya rasa iri dengki.
Dalam menguraikan prinsip-prinsip hukum waris berdasarkan hukum islam, satu-satunya sumber tertinggi dalam kaitan ini adalah Al-Qur’an dan sebagai pelengkap yang menjabarkannya adalah sunnah Rasul beserta hasil-hasil ijtihad atau upaya para ahli hukum Islam terkemuka. Ayat-ayat pokok yang secara langsung menegaskan perihal pembagian harta warisan di dalam Al-Qur’an, masing-masing tercantum dalam surat An-Nisaa, surat Al-Baqarah dan surat Al-Ahzab. Warisan atau harta peninggalan
menurut hukum islam yaitu sejumlah harta benda serta segala hak dari yang meninggal dunia dalam keadaan bersih, artinya harta peninggalan yang akan diwarisi oleh para ahli waris adalah sejumlah harta benda serta segala hak-hak setelah dikurangi dengan pembayaran utang-utang pewaris dan pembayaran-pembayaran lain yang diakibatkan wafatnya si peninggal warisan. Jadi harta peninggalan yang akan diwarisi oleh para ahli waris tidak hanya meliputi hal-hal yang bermanfaat berupa aktiva atau keuntungan, melainkan juga termasuk utang-utang si pewaris yang merupakan passiva dari harta kekayaan yang ditinggalkan sehingga kewajiban membayar utang pada hakikatnya beralih juga kepada ahli waris.
menurut hukum islam yaitu sejumlah harta benda serta segala hak dari yang meninggal dunia dalam keadaan bersih, artinya harta peninggalan yang akan diwarisi oleh para ahli waris adalah sejumlah harta benda serta segala hak-hak setelah dikurangi dengan pembayaran utang-utang pewaris dan pembayaran-pembayaran lain yang diakibatkan wafatnya si peninggal warisan. Jadi harta peninggalan yang akan diwarisi oleh para ahli waris tidak hanya meliputi hal-hal yang bermanfaat berupa aktiva atau keuntungan, melainkan juga termasuk utang-utang si pewaris yang merupakan passiva dari harta kekayaan yang ditinggalkan sehingga kewajiban membayar utang pada hakikatnya beralih juga kepada ahli waris.
Sistem kewarisan Islam menurut Al-Qur’an sesungguhnya merupakan perbaikan dan perubahan dari prinsip-prinsip hukum waris yang berlaku di negeri Arab sebelum Islam, dengan sistem kekeluargaannya yang patrilineal.
Sejak zaman dahulu, pembagian harta warisan bagi orang yang ditinggalkan sudah menjadi ketetapan umum. Akan tetapi, sebelum Islam datang pembagian tersebut belum sepenuhnya dikatakan adil. Hal ini disebabkan belum adanya ketetapan secara pasti siapa saja yang berhak mendapatkan harta warisan. Bahkan, pada zaman jahiliyyah, wanita yang tidak mempunyai andil besar dalam perjuangan tidak mendapatkan bagian. Pedihnya lagi, para wanita dijadikan tumbal dan dibunuh secara keji karena dianggap tidak memberikan kontribusi yang baik bagi keluarganya, selain dianggap sebagai pembawa mudharat. Oleh karena itu, kemudian Islam datang dan memperbaiki semua itu.
Setelah Islam datang, ketetapan ahli warispun menjadi jelas. Hal ini tidak disangkal lagi bahwa ternyata Islam sangat teliti dan cermat dalam masalah perhitungan warisan. Tidak cukup hanya anak dan orang yang behubungan darah langsung bagi mayit yang diperhatikan, tetapi, saudara yang jauh pun masih dikaitkan dalam perhitungan meskipun tidak selamanya mereka memperoleh harta warisan. Ini pun dijelaskan secara lengkap penyebab mereka tidak mendapatkan harta warisan.
Hukum waris termasuk salah satu ketentuan Allah. Barang siapa mengamalkan hukum waris, ia akan ditunjukkan ke jalan kebenaran. Sedangkan, yang megabaikannya, akan tersesat dan tempatnya adalah neraka.
Islam mengajarkan kepada umatnya agar bersegera dalam pembagian harta warisan. Hal ini diterangkan dalam QS An- Nisa’: 9. Ayat tersebut menggambarkan bahwa Allah begitu memerhatikan orang-orang yang tidak mampu dam membutuhkan. Begitu juga, kita sebagai hamba Allah harus ikut peduli dengan sesamanya. Bahkan, dalam masalah pembagian harta warisan jika kerabat yang miskin dan tidak mendapatkan harta warisan, hendaknya kita memberinya sebagian harta tersebut sebagai hibah.
Islam sangat berhati-hati dalam masalah warisan. Bahkan, harta benda bagi anak yang massih dibawah umur pun harus dijaga dengan baik oleh orang yang dapat dipercaya hingga mereka dewasa. Setelah mereka dewasa hartanya harus segera dikembalikan. Islam mengajarkan bagi umatnya untuk memenuhi kewajiban bagi para ahli waris yang ditinggalkan. Memenuhi pembayaran utangnya adalah kewajiban pertama yang harus dilaksanakan para ahli waris, diikuti pelaksanaan wasiat. Jika seandainya pemenuhan wasiat dan utang tidak dilaksanakan, dampaknya akan tidak baik bagi si mayit dan para ahli waris yang ditinggalkan, baik dari segi psikis maupun fisik.
Warisan untuk seluruh ahli waris, baik perempuan maupun laki-laki, baik mereka yang mampu maupun yang tidak mampu, yang taat kepada Allah maupun yang gemar bermaksiat kepada-Nya. Warisan diberikan untuk seluruh ahli waris, baik ashabul furudh maupun ashabul ‘ashabah, baik garis keturunannya yang dekat dengan si mayit maupun yang jauh, baik dia musuh maupun teman.
Harta yang diwariskan, “baik sedikit maupun banyak telah ditetapkan bagiannya masing-masing.” (Q.S An-Nisa’:7)
Wahai orang-orang yang masih menempuh jalan jahiliah, takutlah kepada Allah! Mengapa mereka masih saja mengutamakan kaum pria dengan memberikan bagian warisan yang jauh lebih banyak dari bagian wanita, bahkan kaum wanita hanya diberi sebagian kecil dari harta warisan atau kalau bisa kaum wanita dihalangi untuk memperoleh warisan?
Jika seluruh ahli waris adalah anak perempuan, mereka yang menempuh jalan jahiliah ini akan melarikan seluruh harta warisan. Mereka melakukan hal itu karena takut harta warisan tersebut akan dimiliki seluruhnya oleh anak-anak si mayit. Mereka pura-pura tidak mengetahui bahwa dalam warisan itu ada yang memperoleh bagian secara furudh (memperoleh bagian tertentu) dan ada pula yang memperoleh bagian ‘ashabah (memperoleh bagian sisa). Semoga Allah memberi kita petunjuk ke arah jalan yang lurus.
Latar Belakang
Penulisan kali ini merupakan salah satu upaya untuk meninjau Hukum Kewarisan Islam secara yuridis sosiologis. Untuk itu penulisan ini lebih memusatkan perhatiannya pada pengamatan mengenai efektifitas dari hukum.[1] Peninjauan dengan metode yang demikian memahami (melihat) hukum sebagai alat untuk mengatur masyarakat, dengan perkataan lain mengkaitkan hukum (hukum kewarisan Islam) kepada usaha untuk mencapai tujuan-tujuan serta memenuhi kebutuhan-kebutuhan konkrit dalam masyarakat.
Dimana latar belakang penulisan ini adalah sebagai bagian dari tugas yang diberikan pada mata kuliah Hukum Kewarisan Islam Kelas B-Reg 1 Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, sekaligus sebagai bahan pengkajian yang bersifat ilmiah dalam rangka pemahaman hukum kewarisan islam khususnya, yang lebih khususnya lagi dapat menambah hasanah pengetahuan kewarisan islam.
Semoga Allah menjauhkan kita dari kekeliruan dan memberi kita petunjuk untuk memperoleh kesimpulan yang benar. Amin.
Pembahasan
Negara Indonesia adalah negara hukum (Rechtstaat), sebagaimana disebutkan secara ekspilisit dalam Pasal 1 ayat (3) konstitusi. Hal yang demikian, mengandung konsekuensi yuridis artinya segala hal yang berkenaan dengan penyelenggaraan pemerintahan secara otomatis
harus mengandung keabsahaan bertindak (rechtmatigheid van bestuure) dari pemerintah (dalam arti luas). Dalam upaya mencapai hal tadi maka pembinaan hukum nasional mutlak harus dilakukan. Pembinaan hukum islam merupakan salah satu bagian dalam rangka membangun hukum nasional. Pembangunan hukum islam bersandar pada aspek sosiologis yang tidak dapat diragukan bahwa mayoritas penduduk Indonesia adalah beragama islam. Untuk itu pembinaan hukum islam yang notabene merupakan bagian dari langkah pembangunan hukum nasional pada umumnya memang didasarkan pada hal yang demikian tadi.A. Hukum Islam Bagian dari Hukum Nasional
Pada dasarnya hukum islam merupakan bagian dari hukum nasional yang berlaku secara nasional. Hukum islam berlaku secara nasional karena memang secara empiris mayoritas warga Negara Indonesia beragama islam. Islam merupakan salah satu agama yang diakui di Indonesia disamping 5 (lima agama lainnya). Lebih dari itu sebagai agama mayoritas (Islam) dalam hal ini Hukum Islam dijadikan sebagai dasar dalam rangka membangun hukum nasioanal. Hukum islam adalah seperangkat peraturan yang ditetapkan oleh negara untuk mengatur umat islam dalam menjalankan agamanya. Dari pengertian yang demikian maka dapat diketahui bahwa keberadaan hukum islam sebagai seperangkat peraturan yang ditetapkan oleh negara dalam rangka mengatur umat islam. Hukum islam dapat dikatakan sangat luas, yakni meliputi hukum perkawinan islam, hukum kewarisan islam, hukum perwakafan, zakad dan sebagainya. Salah satu hukum islam yang disebutkan kedua tadi (hukum kewarisan islam) merupakan salah satu hukum islam yang dalam mempelajarinya hukumnya fardhu kifayah.
B. Hukum Kewarisan Islam Bagian dari Hukum Islam
Hukum kewarisan islam merupakan hukum yang mengatur mengenai permasalahan yang berkaitan dengan masalah pewarisan harta peninggalan berdasarkan ketentuan agama islam. Dalam ketentuan Kompilasi Hukum Islam (KHI) dalam ketentuan umum Pasal 171 huruf a disebutkan bahwa “hukum kewarisan adalah hukum yang mengatur tentang pemindahan hak pemilikan harta peninggalan (tirkah) pewaris, menentukan siapa-siapa yang berhak menjadi ahli waris dan berapa bagiannya masing-masing.
Hukum kewarisn islam pada dasarnya berlaku untuk umat islam dimana saja didunia ini.[2] Waris adalah berpindahnya harta dari si mayit kepada yang hidup (ahli waris) dapat disimpulkan bahwa dalam urusan warisan harus ada tiga hal, yaitu orang yang meninggal (pewaris), ahli waris dan harta yang diwariskan.[3] Dengan kata lain rukun mempusakai harta peninggalan meliputi harta peninggalan si mayit, pewaris dan ahli waris. Warisan adalah permasalahan yang sangat rumit dan riskan. Dimanapun dan kapanpun warisan menjadi persoalan yang sangat polemik. Tak seorang pun mampu berbuat dengan adil. Kecenderungan manusia yang tamak dengan harta membuat keadilan mustahil ada dalam diri setiap manusia. Apalagi jika pembagian harta warisan tidak dibagi dengan syariat islam, hal ini akan menjerumuskan pihak-pihak yang berkaitan langsung dengan soal kepembagian tersebut kedalam kemungkinan. Tidak hanya saling bermusuhan, tetapi nyawapun bisa menjadi taruhannya demi mendapatkan bagian yang besar. Bahkan, hubungan persaudaraan pun lambat laun hilang seiring berjalannya rasa iri dengki.[4]
Dari hal yang demikian maka jelas keberadan Hukum Kewarisan Islam tentunya memiliki tujuan dan fungsi yang sangat mulia. Karena seperti kita ketahui bahwa Hukum Kewarisan Islam disini sebagai sumber hukum yang dijadikan sebagai acuan dalam menyelesaikan masalah-masalah yang berkaitan dengan kewarisan tentunya. Dimana keberdaannya merupakan salah satu jalan menuju kemaslahatan hidup manusia. Hukum kewarisan Islam merupakan bagian dari hukum islam yang tentunya memiliki tujuan yang pada umumnya memiliki tujuan yang tak berbeda, yakni membangun kemaslahatan atas kehidupan manusia. Hukum kewarisan Islam bersumber pada Al Qur’an. Al Hadist dan Ijtihad. Seperti kita ketahui bahwa sering terjadi perbedaan pandangan berkaitan dengan pandangan hukum Islam, berkaitan dengan hal itu maka dipandang perlu dibuat suatu aturan tertulis yang dapat dipakai oleh umat islam (khususnya oleh umat muslim Indonesia) sebagai acuan dalam menjalankan ajaran agamnya. Untuk itu ditetapkanlah hukum islam yang merupakan produk hukum nasional yang berlaku nasional yang bersumber pada Al Qur’an, Al Hadist serta pemikiran para ahli hukum islam yang bersumber pada madzab Syafi’i. Produk hukum nasional tersebut dimuat dalam bentuk Kompilasi Hukum Islam yang meliputi hukum perkawinan Islam, Hukum Kewarisan Islam dan Perwakafan.
C. Aspek Yuridis Sosiologis dari Hukum Kewarisan Islam
Pada dasarnya sengketa yang timbul karena masalah waris tidak berhenti pada adanya sengketa yang bersifat lahir maupun batin, seperti keributan yang berujung perkelahian bahkan sampai nyawa melayang, maupun sengketa batin berupa pecahnya hubungan persaudaraan antar umat muslim. Akan tetapi bila kita meninjau lebih dalam hal lain yang menjadi esensi lahirnya sengketa tersebut dikarenakan tidak adanya kepastian umat muslim dalam pemahaman ilmu waris Islam yang baik dan benar, dalam hal ini mengetahui secara baik mengenai ilmu waris islam secara menyeluruh.
Hukum mempelajari hukum waris Islam adalah fardhu kifayah, akan tetapi hal ini tidak menutup kemungkinan sebagai umat muslim yang baik kita berusaha mempelajari ilmu waris islam. Dalam sebuah hadist, Rasulullah saw, memberi dorongan kepada kita untuk mempelajari ilmu waris dan mengajarkannya kepada orang lain. Diriwaytkan oleh Abu Hurairah r.a. bahwa Rasulullah bersabda: [5]
“ Pelajarilah ilmu waris dan ajarkan karena ilmu waris merupakan separuh ilmu. Ilmu (waris) adalah ilmu yang cepat dilupakan dan yang pertama dicabut dari umatku, (HR Ibnu Majah dan Daruquthni)”
Dari ketentuan hadist Rasulullah diatas jelas bahwa beliau mendorong kita untuk mempelajari ilmu waris. Dengan perkataan lain dapat dikatakan bahwa mempelajari ilmu waris adalah perintah Nabi Muhammad saw. Hadist lain yang menguatkan bahwa mempelajari ilmu waris adalah perintah Nabi saw, yakni dari Al-Ahwash dari Ibnu Mas’ud r.a. bahwa Rasulullah saw, bersabda:
“ Pelajarilah Al Qur’an dan ajarkan kepada manusia. Pelajarilah ilmu waris dan ajarkan (kepada orang lain). Saya adalah manusia yang akan mati dan ilmu akan diangkat sehingga nanti aka nada dua orang bertengkar dalam perkara warisan dan permasalahan, tanpa menemukan seorang pun yang mampu menyelesaikan permasalahan yang sedang mereka hadapi. (HR. Ahmad)”
Dari hal yang demikian jelas bahwa mempelajari ilmu waris bukan hanya sebagai perintah Nabi saw, akantetapi juga sebagai upaya meluruskan pemahaman masyarakat agar terhindar dari pertengkaran sehingga timbul kemaslahatan hidup.
Sengketa waris dapat kita temukan dalam masyarakat, untuk itu kajian kali ini akan menggali sengketa yang ada untuk kemudian dianalisis untuk mendapatkan penyelesainnya. Sengketa yang penulis analisis meliputi:
1.Sengketa pembagian waris yang tidak sesuai dengan ajaran/ syariat islam pada keluarga yang notabene muslim, dimana sebagai objek kajian yakni pembagian waris pada keluarga (Alm) Bapak Muchsin dengan alamat Jalan Grogol, Jakarta Barat (tetangga penulis sendiri).
2. Beberapa sengketa waris yang diajukan pada Pengadilan Agama, dimana objek kajiannya bertitik pada beberapa surat ketetapan fatwa ahli waris yang ditetapkan/dikeluarkan oleh Pengadilan Agama.
Sengketa Pertama
Pada sengketa pertama, objek kajiannya didasarkan pada pembagian waris pada keluarga (Alm) Bapak Muchsin yang beralamat Jalan Grogol, Jakarta Barat. Dimana pembagian waris pada keluarga tersebut setelah sepeninggalan (Alm) Bapak Muchsin sebagai pewaris, pembagiannya tidak didasarkan pada syariat islam atau ketentuan islam, pembagiannya (empiris pembagiannya) adalah sebagai berikut :
Bapak Muchsin wafat | Meninggalkan 2 anak perempuan, istri dan saudara kandung laki-laki |
2 anak perempuan | Masing-masing 1/3 bagian |
Istri | 1/3 bagian |
Saudara kandung laki-laki | Tidak mendapatkan bagian warisan |
*Keterangan: harta peninggalan (Alm) diumpamakan 1 bagian
Bila kita kaji sesuai dengan hukum waris Islam maka jelas pembagian yang demikian tidak sesuai dengan ketentuan waris Islam yang bersumber pada Al Qur’an, Al Hadist dan Ijtihad. Pembagian waris diatas dapat dikatakan lebih sesuai dengan pembagian waris pada ketentuan hukum waris perdata/barat yang bersumber pada KUHPerdata (Bugerlijk Wetboek/BW).
Dalam waris barat dapat kita ketahui bahwa pembagian warisan pada golongan pertama yang berdasarkan Pada Pasal 852 dan 832 BW, ahli waris dalam kasus diatas menurut hukum waris barat merupakan pewarisan pada golongan pertama yakni Istri, dan keturunan dari pewaris. Dimana pembagian waris pada golongan pertama menurut KUHPer adalah “Tiap Kepala Sama”. Dengan demikian istri, dan dua anak perempuannya akan mendapatkan bagian yang sama yakni 1/3 bagian masing-masing (1 bagian dibagi 3), sedangkan saudara kandung laki-laki tidak akan mendapatkan bagian karena memang dalam waris barat saudara kandung laki-laki tidak termasuk dalam golongan pertama melainkan golongan kedua, dan selama golongan pertama masih ada maka golongan dua tidak dapat mewaris.
Pada dasarnya pembagian waris diatas membuktikan bahwa pemahaman masyarakat tentang ilmu waris bisa dikatakan masih kurang. Untuk itu dirasa perlu untuk diluruskan pemahamanya agar menjadi benar/ sesuai dengan syariat islam. Berikut adalah pembagian waris dari harta peninggalan (Alm) Bapak Muchsin yang sesuai dengan hukum kewarisan Islam yakni:
Bapak Muchsin wafat | Meninggalkan 2 anak perempuan, istri dan saudara kandung laki-laki |
Dua anak perempuan | Memperoleh 2/3 bagian (furudh) |
Istri | Memperoleh 1/8 bagian warisan berdasarkan ketentuan furudh karena si mayit memiliki dua anak perempuan |
Saudara kandung laki-laki | Memperoleh sisa warisan (ashabah)[6] |
Sengketa Kedua
Sengketa yang kedua ini, akan coba dikaji beberapa surat ketetapan fatwa ahli waris yang ditetapkan/dikeluarkan oleh Pengadilan Agama. Sengketa kedua merupakan dapat dikatakan merupakan konkritisasi dari hukum kewarisan islam. Dikatakan demikian karena sengketa yang timbul karena pewarisan ini diajukan kepada lembaga penegak hukum yang berwenang. Peradilan Agama adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan yang beragama islam mengenai perkara tertentu sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini (Pasal 2 UU No. 3 Tahun 2006). Berdasarkan ketentuan UU No. 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas UU No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama dalam Pasal 49 disebutkan bahwa peradilan agama bertugas dan berwenang, memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara ditingkat pertama antara orang-orang yang beragama islam dibidang:
a. Perkawinan;
b. Waris;
c. Wasiat;
d. Hibah;
e. Wakaf;
f. Zakat;
g. Infaq;
h. Shadaqah; dan
i. Ekonomi syari’ah. [7]
Dengan demikian jelas bahwa Peradilan Agama berwenang untuk memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara ditingkat pertama antara orang-orang yang beragama islam salah satunya dalam bidang waris. Dalam Salinan Surat Ketetapan Fatwa Ahli Waris Almarhumah Islamiyah Binti Anwar Nomor: 84/C/1978 dalam ketetapan tersebut jelas dalam memutus perkara kewarisan islam yang diajukan kepada Pengadilan Agama memutus dengan berdasarkan pada alasan-alasan atau dalil Al Qur’an dan Al Hadist sebagai bagian dari dasar untuk memutus. Akan tetapi putusan tersebut masih berupa fatwa sehingga tidak mengikat karena Pengadilan Agama pada saat itu (1978) hanya mengurus soal perkawinan dan hal-hal yang bersangkutan dengannya, tidak meliputi soal-soal kewarisan.[8] Berbeda halnya bila sengketa tersebut diajukan setelah UU No. 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama berlaku maka jelas putusannya bukan berupa fatwa yang tidak mengikat melainkan berupa penetapan atau putusan pengadilan yang tentunya mempunyai kekuatan mengikat.
Dalam memeriksa dan memutus perkara, hakim harus bertanggung jawab atas penetapan dan putusan yang dibuatnya. Dimana penetapan dan putusan tersebut harus memuat pertimbangan hukum hakim yang didasarkan pada alasan dan dasar hukum yang tepat dan benar. Hemat kami jelas yang dimaksud dasar hukum atau sumber hukum yang dapat dijadikan alasan dalam hakim memutus dalam perkara kewarisan islam antaralain Al Qur’an, Al Hadist, Ijtihad serta sumber hukum islam lainya seperti Kompilasi Hukum Islam.
Maka dapat dikatakan bahwa hukum kewarisan pada dasarnya hadir untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan konkrit dalam masyarakat yang tentunya juga membawa kemanfaatan, keadilan dan kepastian hukum bagi masyarakat, yang nantinya diharapkan terciptanya kehidupan yang aman, damai, berkeadilan dan jauh dari kemadaratan atau perpecahan persaudaraan antar sesama umat muslim terlebih sesama manusia. Seperti dikatakan oleh Prof. Soedarto mengatakan bahwa hukum harus dapat menyelenggarakan masyarakat yang “Tata Tentrem Kerta Raharja”.[9] Sehingga dapat dianalogikan demikian “ hukum kewarisan Islam ditujukan untuk menyelenggarakan masyarakat yang tata tentrem kerta raharja.
Penutup
Kesimpulan dan Saran
Pada akhirnya dapat disimpulkan bahwa:
1. Hukum kewarisan adalah hukum yang mengatur tentang pemindahan hak pemilikan harta peninggalan (tirkah) pewaris, menentukan siapa-siapa yang berhak menjadi ahli waris dan berapa bagiannya masing-masing.
2. Empirisnya dalam masyarakat yang notabene muslim, dalam hal waris masih terdapat pembagian waris yang tidak sesuai dengan Hukum Kewarisan Islam, akan tetapi lebih sesuai dengan Hukum Waris Barat yang bersumber pada KUHPerdata. Tentunya hal yang demikian ini dapat kita temukan secara nyata dalam masyarakat, dimana dalam hal pembagian waris, didasarkan pada pembagian yang sama rata. Karena konsep adil dalam masyarakat saat ini, bahwa adil diartikan sama rata, seimbang, tidak ada yang lebih besar atau lebih kecil. Padahal adil itu bersifat abstrak sejatinya, dan sebaiknya adil dalam pewarisan bagi setiap muslim harus senantiasa didasarkan pada Al Qur’an, Al Hadist dan Ijtihad, yang memang notabene sebagai sumber hukum Islam yang hakiki.
3. Hukum mempelajari hukum waris Islam adalah fardhu kifayah, akan tetapi hal ini tidak menutup kemungkinan sebagai umat muslim yang baik kita berusaha mempelajari ilmu waris islam. Dalam sebuah hadist, Rasulullah saw, memberi dorongan kepada kita untuk mempelajari ilmu waris dan mengajarkannya kepada orang lain. Diriwaytkan oleh Abu Hurairah r.a. bahwa Rasulullah bersabda: “ Pelajarilah ilmu waris dan ajarkan karena ilmu waris merupakan separuh ilmu. Ilmu (waris) adalah ilmu yang cepat dilupakan dan yang pertama dicabut dari umatku, (HR Ibnu Majah dan Daruquthni)”
4. Mempelajari ilmu waris bukan hanya sebagai perintah Nabi saw, akantetapi juga sebagai upaya meluruskan pemahaman masyarakat agar terhindar dari pertengkaran sehingga timbul kemaslahatan hidup.
5. Esensi lahirnya sengketa waris dikarenakan tidak adanya kepastian umat muslim dalam pemahaman ilmu waris Islam yang baik dan benar, dalam hal ini mengetahui secara baik mengenai ilmu waris islam secara menyeluruh.
6. Peradilan Agama berwenang untuk memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara ditingkat pertama antara orang-orang yang beragama islam salah satunya dalam bidang waris.
7. Dalam memeriksa dan memutus perkara, hakim harus bertanggung jawab atas penetapan dan putusan yang dibuatnya. Dimana penetapan dan putusan tersebut harus memuat pertimbangan hukum hakim yang didasarkan pada alasan dan dasar hukum yang tepat dan benar. Hemat kami jelas yang dimaksud dasar hukum atau sumber hukum yang dapat dijadikan alasan dalam hakim memutus dalam perkara kewarisan islam antaralain Al Qur’an, Al Hadist, Ijtihad serta sumber hukum islam lainya seperti Kompilasi Hukum Islam.
Akhir kata saran penulis yakni:
Baiknya agar kemaslahatan antar umat manusia khususnya umat muslim dapat tercapai suatu konsensus yang baik dalam hal kewarisan, maka hendaknya dalam hal waris umat muslim diharapkan senantiasa berpegang teguh pada Hukum Kewarisan Islam yang bersumber pada Al Qur’an, Al Hadist dan Ijtihad.
Apabila terdapat sengketa mengenai waris ada baiknya diselesaikan melalui Peradilan Agama sebagai salah satu pelaku kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan yang beragama islam mengenai perkara tertentu yang salah satunya perkara waris.
Daftar Pustaka
Dr. Muhammad Thaha Abdul Ela Khalifah, 2007, Hukum Waris ‘Pembagian Warisan Berdasarkan Syariat Islam, Jakarta: Tiga Serangkai
Sajuti Thalib, S.H., 2004, Hukum Kewarisan Islam di Indonesia, Cetakan kedelapan, Jakarta: Sinar Grafika
Prof. Dr. Satjipto Rahardjo, S.H., 2006, Ilmu Hukum, Cetakan keenam, Bandung: Citra Aditya Bakti
Prof. Soedarto, S.H., 2009, Hukum Pidana I, Cetakan ketiga, Semarang: Yayasan Soedarto
Drs. Sudarsono, S.H.,1991, Hukum Waris dan Sistem Bilateral,Jakarta: Melton Putra
Eman Suparman, S.H.,M.H.,1995,Intisari Hukum Waris Indonesia, Bandung: Mandar Maju
Kompilasi Hukum Islam, 2008, Bandung: Nuansa Aulia
UU No. 7 Tahun 1989 jo. UU No. 3 Tahun 2006 jo. UU No. 50 Tahun 2009 Tentang Peradilan Agama
Beberapa ketetapan/penetapan fatwa Peradilan Agama Mengenai Perkara Waris Islam
Lampiran-lampiran
SALINAN SURAT KETETAPAN FATWA AHLI WARITS
ALMARHUMAH ISLAMIYAH BINTI ANWAR
Nomor : 84 / C / 1978
“BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIEM”.
“DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”
Pengadilan Agama Jakarta Utara, yang telah memeriksa dan mengadili perkara permohonan Fatwa ahli warits pada tingkat pertama bersidang di Gedung yang telah ditentukan untuk itu di Jl. Yos Sudarso no. 27-29 Komplek Wali Kota Jakarta Utara telah memberikan ketetapan/fatwa seperti tersebut di bawah ini atas permohonan :
SUPARI bin SOEWARDJO, umur/tanggal lahir : 45 tahun/ 12 Juli 1933, pekerjaan dagang, alamat Lorong 62 no. 31 Rt. 014/08 Kelurahan Koja Utara Kecamatan Koja; Wilayah Jakarta Utara.
Selanjutnya disebut “P E M O H O N”
PENGADILAN AGAMA tersebut ;
Setelah membaca surat-surat permohonan yang bersangkutan;
Setelah mendengar pihak-pihak yang berurusan dan saksi-saksi,
……….….TENTANG DUDUKNYA PERKARA………….
Bahwa pemohon dengan surat permohonannya yang di daftar di Kepaniteraan Pengadilan Agama Jakarta Utara tanggal 19 September 1978 di bawah Nomor : U1/5/86/1978 telah mengemukakan sebagai berikut :
“Agar Pengadilan Agama Jakarta Utara menfatwakan ahli warits yang sah dan berhak mewarisi almarhumah Islamiyah binti Anwar yang telah meninggal dunia pada tahun 1974 berdasarkan surat keterangandari Lurah Koja Utara no. 996/I/U/1978 bertanggal 16 September 1978.
Untuk memperkuat permohonan tersebut, di dalam sidang pemohon telah mengajukan 2 (dua) orang saksi laki-laki yag telah dikenal dan diambil sumpahnya dan diketahui nama-namanya :
Saksi Pertama ( I ) : Nama : Arsyad bin H. Ismail, umur 55 tahun,pekerjaan Pensiun, alamat Lorong 62 no. 30 Rt. 0016/08 Kelurahan Koja Utara; Kecamatan Koja; Wilayah Jakarta Utara. Dalam persidangan saksi menerangkan, bahwa ia kenal betul dengan ayahnya dan ibunya pemohon. Selama berumah tangga almarhumah Islamiyah dengan R. Soewardjo telah mempunyai 1 (satu) orang anak.
Almarhum Islamiyah meninggal dunia kira-kira 2 (dua) tahun yang lalu dengan meninggalkan seorang suami bernama R. Soewardjo dengan seorang anak laki-laki bernama: Supari bin R. Soewardjo.
Saksi Kedua (II) : Nama : R. Sucipto bin R. Suwarto, umur 43 tahun, pekerjaan Karyawan, alamat Jl. Labu no. Rt. 001/015 Kelurahan Lagoa;Kecamatan Koja, Wilayah Jakarta Utara.
Dalam persidangan saksi menerangkan, bahwa ia dengan Supari masih ada hubungan saudara, pernah misan. Almarhumah telah meninggal dunia, saya turut mengantarkan jenazahnya.
Almarhumah Islamiyah sudah tidak mempunyai ayah dan ibu.
Suami almarhumah yang bernama R. Soewardjo sudah tidak mempunyai ayah dan ibu, meninggal di Cilacap (Jawa - Tengah)
Bahwa hal-hal yang terjadi dalam persidangan pemohon menyatakan, sewaktu ibunya meninggal dunia ayahnya berada di Tanjung Priok.
Kemudian setelah itu ayah meninggal di Kecamatan Adipala; Kabupaten Cilacap (Jawa-Tengah) pada tanggal 16 Maret 1978.
Ayah dan ibu almarhumah Islamiyah telah meninggal lebih dahulu. Ayah dan ibu R. Soewardjo telah meninggal lebih dahulu pula.
Bahwa untuk selanjuynya pemohon telah menyerahkan alat-alat bukti berupa surat-surat yang kesemuanya telah ditanda tangani sebagaimana mestinya oleh karena itu dapat diterima sebagai alat bukti yang sah dan untuk mempersingkat segala sesuatu tentang berita acara persidangan dapat dianggap sebagai termasuk dalam ketetapan.
Bahwa akhirnya pemohon mohon ketetapan ini.
…………..TENTANG PERTIMBANGAN HUKUMNYA…........
Menimbang, bahwa maksud dan tujuan pemohon sebagaimana tersebut diatas.
Menimbang bahwa pemohon beragama Islam dan meminta agar Hukum Islam diperlakukan terhadapnya.
Menimbang, bahwa dalam persidangan pemohon menyatakan mohon difatwakan ahli warits almarhumah Islamiyah binti Anwar yang meninggal dunia pada tanggal 25 Januari 1974.
Menimbang, bahwa pemohon berdomisili di Wilayah Jakarta Utara.
Menimbang, bahwa ahli warits almarhumah yang ada ialah :
Suami almarhumah bernama : R. Soewardjo bin Onggo Wedono dengan sorang anak laki-laki bernama Supari bin R. Soewardjo.
Menimbang, bahwa setelah itu suami almarhumah (R. Soewardjo) telah meninggal dunia.
Menimbang, bahwa tidak ada ahli warits lainnya.
M e m p e r h a t i k a n :
1. Surat Departemen Agama R.I. (Bag. b) tanggal 8-1-1952 No. B/III/227 j.o tanggal 30 Mei 1966.
2. Instruksi Kepala Jawatan Peradilan Agama D.K.I Jaya tanggal 28 Maret 1968 No. C/I/1968.
3. Keputusan Direktorat Peradilan Agama No. 2/1966 tanggal 10 Juli 1966 fasal 8, 9, 11 dan 18 j.o. Keputusan Direktorat Peradilan Agama tanggal 12 Juni 1967 No. B/1/610 tentang membantu penyelesaian Urusan yang erat hubungannya dengan Hukum Islam atas keinginan orang Islam.
4. Dalil dari Kitab Suci Al-Qur’an surat An-Nisa’ ayat 11.
Artinya : Allah mensyariatkan tentang (pembagian pusaka untuk anak-anakmu yaitu bagian seorang anak laki-laki sama dengan bagian dua orang anak perempuan). Jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua maka bagian mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan.
5. Dalil dari Kitab Suci Al-Qur’an surat An-Nisa’ ayat 12.
Artinya : Dan bagimu (suami-isteri) seperdua dari harta yan ditinggalkan oleh isteri-isterimu; Jika mereka tidak mempunyai anak. Jika isteri-isterimu mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan) sesudah dibayar hutang-hutangnya.
6. Dalil dari Hadits Nabi yang berbunyi :
Artinya : Serahkanlah harta warits itu kepada ahlinya yang Berhak maka sisanya itu adalah untuk laki-laki yang lebih dekat kepada si mati.
…………………...……M E N G A D I L I…….………………......
I. Mengabulkan permohonan pemohon.
II. Menetapkan, bahwa orang yang nama-namanya tersebut di bawah ini adalah ahli warits yang sah, dan berhak mewarisi harta peninggalan almarhumah Islamiyah binti Anwar sebagai berikut :
1. Suami almarhumah (R. Soewardjo) mendapat ¼ bagian. Sisanya ¾ bagian untuk anak almarhumah yang bernama : Supari bin Soewardjo
2. Oleh karena suaminya almarhumah R. Soewardjo meninggal lebih dahulu dari anak perempuan (Supari bin Soewardjo) maka bagian suami untuk anak almarhumah semuanya.
III. Diperintahkan kepada pemohon untuk membayar ongkos-ongkos penyelesaian perkara ini sebesar Rp. 5.650,- (Lima ribu enam ratus lima puluh rupiah) dengan perincian sebagai berikut :
1. Untuk Kas Negara Rp. 500,-
2. Biaya sidang 1 x sidang Rp. 800,-
3. Panggilan pemohon Rp. 650,-
4. Panggilan termohon Rp. 650,-
5. Panggilan 2 orang saksi Rp. 1.300,-
6. Biaya redaksi Rp. 750,-
7. Biaya salinan penetapan Rp. 1.000,-
J u m l a h Rp. 5.650,-
Demikian ditetapkan pada hari Rabu tanggal 20 September 1978 berdasarkan permusyawaratan Majelis Hakim Pengadilan Agama Jakarta Utara oleh kami : Drs. Djabir Manshur sebagai Hakim Ketua, K.H. Dahlan Saleh dan Chumaidi. Z.A. masing-masing sebagai Hakim anggota dan pada hari itu juga diucapkan dimuka umum oleh Hakim Ketua tersebut dengan dihadiri oleh para Hakim Anggota, pemohon,para saksi serta Faizuddin Panitera Pengadilan Agama Jakarta Utara.
HAKIM KETUA : HAKIM KETUA
1. ttd. (K.H. Dahlan Saleh) ttd.
2. ttd. (Chumaidi. Z.A.) (Drs. Djabir Manshur)
Panitera
ttd.
(Faizuddin)
Jakarta, 20 September 1978.
Sesuai dengan aslinya
KETUA PENGADILAN AGAMA
JAKARTA UTARA
Drs. DJABIR MANSHUR.
NIP. 150012575
PENETAPAN
No. 118/1978. P.
DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
Membaca surat Permohonan yang didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Jakarta Utara-Timur tertanggal 2 Pebruari 1978, dari:
Ny. ROSMANDINAR AMIRUDDIN, bertindak untuk diri sendiri ataupun sebagai Kuasa dari anak – anaknya yang masih dibawah umur masing – masing bernama :
1. ARMIYANTI
2. MUCHLIS
3. MOHAMAD FAUZI
4. ELIZA
5. MAYASTUTI NILAWATI
Yang memohon agar Pengadilan Negeri Jakarta Utara-Timur, menetapkan Pemohon dan anak-anaknya adalah : Janda dan anak-anaknya yang sah serta ahli waris satu-satunya dari Almarhum AMIRUDDIN ;
Menimbang, bahwa dalam persidangan yang diadakan pada tanggal 6 Pebruari 1978, untuk Pemohon telah hadir sendiri di persidangan, dan setelah Hakim membacakan isi permohonannya, Pemohon menerangkan bahwa ia tetap dengan permohonannya ;
Menimbang, bahwa untuk menguatkan dalil-dalilnya, pemohon telah menyerahkan dipersidangan bukti-bukti berupa :
1.) Surat Nikah dari Kecamatan Kota Tengah Kabupaten Padang Pariaman atas nama Amiruddin dan Rosmanidar tertanggal 5 Juni 1962;(P.I);
2.) Surat Keterangan Tanggungan Keluarga untuk minta tunjangan dari Rosmandinar tertanggal 26 September 1977, (P.II);
3.) Surat Keterangan Kematian dari Kelurahan Cipinang Cempedak tertanggal 14 Nopember 1977, atas nama Amiruddin (P.III);
4.) Keterangan Pemeriksaan Mayat Dari Dinas Kesehatan Pemerintah Derah Khusus Ibukota Jakarta, (Rumah Sakit Umum Pusat Tjipto Mangunkusumo). No 11/C/M/374/77 (P.IV);
Bukti-bukti mana adalah berupa Foto Copy, yang telah dibubuhi Materai secukupnya dan telah pula disesuaikan dengan aslinya, sehingga dapat diterima sebagai bukti yang sah;
Menimbang, bahwa telah pula didengar keterangan saksi-saksi mesing-masing :
1.) SAMIK
2.) H. ZUBAIDAH
Yang bertempat tinggal di Jakarta dan memberi keterangan di bawah sumpah sesuai dengan agamanya masing-masing, sebagaimana tertera dalam berita acara pemeriksaan, guna menyingkat harus dianggap sebagai termasuk dalam penetapan ini;
Menimbang, bahwa dari bukti-bukti dan keterangan saksi-saksi tersebut Pemohon telah berhasil membuktikan dalil-dalilnya dan permohonan Pemohon tidak bertentangan dengan Undang – Undang, oleh karenanya harus dikabulkan;
Memperhatikan Pasal – pasal dari Undang – undang yang bersangkutan;
M E N E T A P K A N
Mengabulkan permohonan Pemohon tersebut diatas;
Menyatakan sebagai Hukum bahwa NY. ROSMANDINAR, adalah Janda yang Sah dari Almarhum AMIRUDDIN;
Menyatakan sebagai Hukum bahwa ke 5 anak-anak yang belum dewasa masing-masingbernama :
1.) ARMIYANTI,
2.) MUCHLIS,
3.) MUHAMAD FAUZI,
4.) ELIZA
5.) MAYASTUTI NILAWATI
Adalah Anak Kandung dari Almarhum AMIRUDDIN dan NY. ROSMANDINAR ;
Menyatakan sebagai Hukum bahwa NY. ROSMANDINAR dan 5 orang anak – anaknya yang belum dewasa, masing- masing : 1. ARMIYANTI, 2. MUCHLIS, 3. MUHAMAD FAUZI, 4. ELIZA, 5. MAYASTUTI NILAWATI, adalah satu – satunya ahli waris dari Almarhum AMIRUDDIN.
Demikianlah dibuat Penetapan ini di Jakarta pada hari :
SENIN TANGGAL 6 FEBRUARI 1978, oleh Kami Nn. KARTINI ILJAS S.H., Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara-Timur, dengan dihadiri oleh Pemohon dan SYAHRIAL BURLIAN, Panitera-Pengganti pada Pengadilan Negeri tersebut.
PANITERA – PENGGANTI., HAKIM tersebut,
(SYAHRIAL BURLIAN). (Nn. KARTINI ILJAS SH.,)
BERITA ACARA
No. 118/1877.P.-
Dari persidangan Umum Pengadilan Negeri Jakarta Utara-Timur, yang memeriksa dan mengadili perkara – perkara perdata Permohonan dalan tingkat pertama, bersidang digedung yang telah ditentukan untuk itu di Jalan Jendral A. Yani By Pass (Pulo Mas) Jkarta Timur, pada hari :
SENIN, TANGGAL 6 FEBRUARI 1978, JAM 09.00 WIB, berdasarkan permohonan dari :
SENIN, TANGGAL 6 PEBRUARI 1900 TUJUH PULUH DELAPAN, JAM 09.00 WIB, berdasarkan permohonan dari :
NY. ROSMANDINAR AMIRUDDIN, beralamat di Jl. Berdikari II/20, Cawang Baru Utara Jakarta Timur, berdasrkan permohonan tertanggal 2 Pebruari 1978, yang bermaksud agar Pengadilan Negeri Jakarta Utara-Timur, menetapkan Pemohon adala Janda yang Sah dari Almarhum AMIRUDDIN, dan anak-anaknya yang belum dewasa masing-masing : 1. ARMIYANTI, 2. MUCHLIS, 3. MOHAMAD FAUZI, 4. ELIZA, 5. MAYASTUTI, adalah anak-anak yang sah dari Almarhum AMIRUDDIN dan NY. ROSMANDINAR serta, menyatakan bahwa Ny. ROSMANDINAR dan ke 5 anak-anaknya yang belum dewasa tersebut diatas adalah satu-satunya Ahli Waris dari Almarhum Amiruddin.
Y A N G – H A D I R
1.) Nn. KARTINI ILJAS SH . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . HAKIM
2.) SYAHRIAL BURLIAN PANITERA PENGGANTI
Setelah Hakim membuka persidangan dan menyatakan siding terbuka untuk Umum, lalu Pemohon dipanggil masuk ke dalam ruangan persidangan;
Kemudian Hakim membacakan surat permohonan Pemohon, dan atas pertanyaan Hakim, Pemohon menyatakan bahwa ia tetap dengan permohonanya;
Lalu pemohon menyerahkan surat – surat bukti berupa :
1) Surat Nikah dari Kecamatan Kota Tengah Kabupaten Padang Pariaman atas nama Amiruddin dan Rosmanjdar tertanggal 5 Juni 1962 ( P-I );
2) Surat Keterangan Kematian dari Kelurahan Cipinang Cempedak tertanggal 14 Nopember 1977 (P.II );
3) Surat Keterangan Tanggungan Keluarga untuk minta tunjangan dari Rosmanindar tertanggal 26 September 1977 (P.iii);
4) keterangan Pemeriksaan Mayat dari dinas Kesehatan Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta ( TRumah Sakit Umum Pusat Tjipto Mangunkusumo ) No.11/C/M/374/77 (P.IV);
yang kesemuannya berupa Foto Copy , yang telah diberi materai secukupnya dan telah pula disesuaikan dengan aslinnya, lalu dimasukkan kedalam berkas;
Kemudian Pemohon memohon kepada Hakim, agar Saksi-saksinya dapat di dengar keterangannya dipersidangan;
Kemudian dipanggil masuk Saksi-I yang atas pernyataan kepadannya mengaku bahwa ia adalah :
S A M I K
Umur 31 tahun, Agama Islam, Pekerjaan anggota ABRI, Bertempat Tinggal di jalan Domis Rt. 001/Rw. 08 Kelurahan Pisangan Baru Jakarta Timur;
Ia mengatakan bahwa ia berfamili dengan Pemohon, tidak makan gaji padannya, lalu ia menurut agama yang dipeluknya bersumpah, Bahwa ia akan menerangkan yang sebenar – benarnya, tidak lain dari yang sebenarnya, kemudian menjawab pertanyaan yang diajukan kepadannya sebagai berikut :
Saudara dengan Pemohon hubungan apa ? - Keponakannya.
Suami Pemohon siapa namannya ? - Amirudin.
Kapan meninggalnya ? - Tgl. 27 Agustus 1977.
Di mana suaminya bekerja sebelum meninggal ? - Di INKOPAD.
Anak – anaknya ada berapa orang ? - Ada 5 orang.
Apakah tuan amiridin sepengetahuan saudara ada mempunyai istri lain ? - Tidak ada.
Juga apakah ia mempunyai anak-anak yang lain selain 5 orang tersebut ? - Tidak ada.
Di mana Tuan Amirudin meninggal ? - Di Rumah Sakit.
Kapan meninggalnya ? - kira – kira Agustus.
Jadi Ny. Rosmanidar satu – satunnya isteri Almarhum ? - Ya.
Dan juga anak – anaknya hanya 5 orang ? - Ya.
Hakim menannyakan kepada Pemohon, apakah keterangan saksi tersebut benar, Pemohon menyatakan bahwa keterangan sanksi tersebut benar;
Lalu dipanggil masuk saksi ke II yang atas pernyataan kepadannya mengaku bahwa ia adalah:
H A J A H Z U B A I D A H
Umur 48 Tahun, Agam Islam, Pekerjaan Ibu Rumah Tangga, Bertempat tinggal di Pisangan Baru II No. 3, Rt. 05 Rw. 08, Jatinegara Jakarta Timur;
Ia menerangkan bahwa ia berfamili dengan suami Pemohon, tidak makan gaji atau bekerja padannya, lalu ia menurut cara agama yang dipeluknya , bersumpah , bahwaia akan menerangkan sebenar – benarnya, dan tidak lain dari pada yang sebenarnya, kemudian menjawab pernyataan yang diajukan kepadannya sebagai berikut :
Mana yang lebih dahulu kawin saudara dengan Pemohon ? - Saya yang lebih dulu.
Jadi waktu perkawinan pemohon dengan Almarhum. Suaminya saudara tahu ? - Tahu.
Waktu itu Suaminya pemohon sudah ada isterinya atau belum ? - Belum ada.
Juga Ny. Rosmanindar tidak ada suaminnya waktu itu ? - Tidak ada.mereka kawin sama-sama sebagai Jejaka dan Perawan.
Anak – anaknya Pemohon ada berapa orang ? - ada 5 orang
Siapa – siapa namannya ? - yang ke
1. Armiyanti,
2. Muchlis,
3. Mohamad Fauzi,
4. Eliza,
5. Mayastuti.
Jadi Ny, Rosmanindar satu – satunya isteri Almarhum ? - Ya.
Hakim menanyakan kepada Pemohon apakah keterangan Saksi II tersebut benar, Pemohon menerangkan bahwa keterangan saksi tersebut adalah benar;
Lalu hakim melanjutkan kepada Pemohon yang di jawab oleh Pemohon sebagai berikut ;
Semua anak – anak Saudara masih dibawah umur ? - Ya.
Yang tertua berapa tahun ? - baru berumur 14 tahun.
Lahirnya tahun berapa ? - Tahun 1964
Yang kedua ? - Lahir tahun 1965
Yang ketiga ? - Lahir tahun 1967
Yang keempat ? - Lahir tahun 1668
Yang kelima ? - Lahir tahun 1969
Kelima anak – anak ini betul anak kandung dari Almarhum Amirudin ? - Betul
Kemudian Hakim mengucapkan penetapannya yang berbunyi sebagai berikut :
M E N E T A P K A N :
- Mengabulkan permohonan Pemohon tersebut di atas ;
- Menyatakan sebagai Hukum bahwa Ny. Rosmanindar adalah Janda yang Sah dari Almarhum AMIRUDIN ;
- Menyatakan sebagai Hukum bahwa ke-5 anak – anak yang belum dewasa masing – masing bernama :
1. ARMIYANTI
2. MUCHLIS
3. MUHAMAD FAUZI
4. ELIZA
5. MAYASTUTI NILAWATI
Adalah anak kandung dari Almarhum Ny. AMIRUDIN dan Ny. ROSMANINDAR ;
- Menyatakan sebagai Hukum bahwa NY. ROSMANINDAR dan 5 orang anak – anaknya yang belum dewasa, masing-masing : 1. ARMIYANTI , 2. MUCHLIS, 3. MUHAMAD FAUZI, 4. ELIZA, 5. MAYASTUTI NILAWATI, adalah satu – satunnya ahli Waris dari Almarhum AMIRUDDIN.
Setelah itu Hakim menutuppersidangan.
Demikianlah di buat berita acara pemeriksaan persidangan ini yang ditanda tangani oleh Hakim dan Panitera-Pengganti.
PANITERA-PENGGANTI HAKIM tersebut,
( SYAHRIAL BURLIAN ) ( Nn. KARTINI ILJAS S.H )
SURAT KETERANGAN / FATWA AHLI WARIS
ALMARHUMAH AGUS TRIYADI BIN TUKIMAN.
Nomor: 71 / C /1978.
“BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIEM”
“DEMI KEADILAN BERDASARKAN
KETUHANAN YANG MAHA ESA”
Pengadilan agama Jakrta Utara telah memeriksa dan mengadili perkara pemohonan fatwa ahli waris, bersidang di Gedung yang telah di tentukan untuk itu di jalan. Yos sudarso no. 27-29 Komplek Wli kota jakarta utara, telah memberi kan ketetapan/ / fatwa seperti tersebut di bawah ini atas pemohonan ;
Damah binti Karya, umur/tanggal lahir: 19 Tahun/31 Desember 1959, pekerjaan Dagang, alamat kampung tipar Rt.008 Rw.04 Kelurahan semper, Eilayah Jakarta Utara.
Selanjut nya disebut “P E M O H O N”
Pengadilan Agama tersebut;Setelah membaca surat-surat permohonan yang bersangkutan; Setelah mendengar pihak-o\pihak yang ebrurusan dan saksi-saksi ;
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . TENTANG DUDUKNYA PERKARA . . . . . . . . . . . . . . . . .
Bahwa pemohon dengan surat permohonannya yang di daftar di kepaniteraan pengadilan Agama Jakarta Utara tinggal, 17 Juli 1978 ; di bawah nomor: U1/21/72/78 telah mengemukakan sebagai berikut :
“Agar pengadilan Agama Jakarta Utara menfatwakan ahli waris almarhum Agus Triyadi bin Tukiman yang meninggal dunia pada tanggal,26 Mei 1978 berdasarkan surat kematian dari Lurah Jatipuro, Kecamatan Jatipuro, Kabupaten Karanganyar, propinsi jawa tengah”.
Dalam persidangan yang di tetapkan pemohon menyatakan mohon di tetapkan fatwa ahli waris almarhum Agus Triyadi bin Tukiman yang meninggal dunia pada tanggal 26 Mei 1978. Adapun ayah dan ibu almarhum masih hidup sekarang berada di solo.
Bahwa untuk selanjut nya pemohon telah menyerahkan alat-alat bukti berupa surat-surat yang kesemuanya telah di tanda tangani sebagaimana mestinya, oleh karenanya dapat di terima sebagai alat bukti yang sah dan untuk mempersingkat segala susuatu tentang berita acara persidangan dapat dianggap sebagai termasuk dalam ketetapan ini.
. . . . . . . . . . . . . . . . . . TENTANG PERTIMBANGAN HUKUM. . . . . . . . . . . . . . . . . .
Menimbang, bahwa maksud dan tujuan pemohon sebagai mana tersebut di atas.
Menimbulkan, bahwa pemohon beragama Islam dan meminta agar Hukum Islam di perlakukan terhadap nya.
Menimbang, bahwa pemohon beragama Islam dan meminta agar hukum Islam di perlakukan terhadap nya.
Menimbang, bahwa pemohon penduduk yang berada di wilayah Jakarta Utara.
Menimbang, bahwa dalam persidangan pemohon menyatakan bahwa dalam persidangan pemohon menyatakan, mohon di fatwakan sebagai ahli waris almarhum Agus Triyadi bin Tukiman, Sepeninggalnya telah meninggalkan isteri yang bernama : Damah Binti Karya , seorang anak laki-laki bernama :Nugroho bin Agus Triyadi.
Menimbang, bahwa Ayah dan Ibu almarhum masih hidup.
Menimbang , Bahwa pemohon adalah isteri alamrhumberdasarkan Surat Nikah KUA Kecamatan Sumurpanggang, Kabupaten Tegal, Propinsi Jawa Tengah. No . 381 /23 / VIII 1997 tetanggal 11 Agustus 1977
Semenjak pemohon menikah dengan almarhum sampai almarhum meninggal dunia belum pernah bercerai.
Menimbang, bahwa dari keterangan-keterangan pwmohon, dapat di simpulkan sebagai berikut :
Ahli waris almarhum yang ada ialah :
A. 1. Seorang isteri almarhum bernama : Damah binti Karya.
2. Seorang anak laki-laki almarhum bernama : Nugroho bin Agus Triadi.
3. Ayah dan ibu almarhum Agus Triadi yang bernama : Tukiman dan supadmi.
B. Tidak ada ahli waris lainnya.
C. Meninggalkan Harta Warisan berupa uang tabanas.
M E M P E R H A T I K A N.
1. Surat Departemen AgamaR.I (Bag b ) tanggal 6-1-1952.
No. B /III/227 j.o tanggal 30 Mei 1996 No.35.
2. Intruksi Kepala Jawatan Pengadilan Agama Dki tanggal 28 Maret 1968. Nomor C/1//1968.
3. Keputusan Direktorat Peradilan Agama No. 2/1996 tanggal 10 juli 1996 pasal 8, 9, 11, dan 18 j.o. Keputusan B/1/610 tentang membantu penyelesaian urusan yang erat hubungan nya dengan hukum-hukum islam atas keinginan dari orang islam.
4. Dalil dari Kitab suci Al-Qur’an Surat An-Nisa Ayat 12.
Arti nya:
Para istri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai anak maka para isteri memperoleh seperdelapan dari hata yang kamu tinggalkan sesudah di penuhi wasiat yang kamu buat (dan) dan sesudah di bayar Hutang-Hutang mu.
5. Dalil dari Kitab Suci Al-Qur’an Surat An-Nisa ayat 11.
Arti nya:
Dan untuk ibu –bapak masing-masing seperenam dari harta yang kamu tinggalkan, jika yang meninggal mempunyai anak.
6. Dalil dari Hadits (Perkataan) Nabi yang berbunyi :
Arti nya:
Serahkanlah harta warisan itu kepada ahli nya yang berhak maka sisanya bagian itu adalah untuk laki-laki yang lebih dekat kepada si mati.
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . M E N G A D I L I. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
I. Mengabulkan permohonana-pemohon.
II. Menetapkan bahwa orang-orang yang nama-nama nya akan di sebutkan di dalam daftar di bawah ini adalah ahli waris yang sah dan berhak mewarisi seluruh harta peninggalannya almarhum Agus Triyadi bin Tukiman.
No | Nama | Hubungan | Bagian |
1. 2 3. 4. | Damah Binti Karya. Wahyudi Nugroho bin Agus Triyadi Tukiman Supadmi | Isteri Anak Laki-laki Ayah Ibu | 1/8 3/24 Sisa 13/24 1/6 4/24 1/6 4/24 |
J u m l a h ; 24/24 bagian. |
III. Di perintahkan Kepada pemohon untuk membayarongkos-ongkos penyelesaian urusan ini sebesar Rp. 5.640,- (Lima ribu enam ratus lima puluh rupiah). Dengan perincian sebagai berikut ;
Untuk Kas Negara Rp.500,- Rp 500,-
Biaya Sidang 1 x Rp. 800,- Rp. 800
Panggilan pemohon 1 x Rp. 650,- Rp. 650
Panggilan Termohon 1 x Rp.650,- Rp. 650
Panggilan saksi 2 x Rp.650,- Rp 1.300,-
Biaya Redaksi Rp.750,- Rp.750
Biaya Salinan Penetapan. Rp.1000
Jumlah Rp. 5.650,-
(Lima ribu enam ratus lima puluh rupiah).
Demikian lah di tetapkan pada hari Sabtu tanggal 22 Juli 1978 berdasarkan permusyawaratn Majelis Hakim Pengadilan Agama Jakarta Utara oleh kami Drs. Djabir Manshur sebagai Hakim ketua, K.H. Dahlan saleh dan Drs. Kamil masing-masing sebagai Hakim Anggota dan pada hari itu juga di ucapkan di muka umum, pemohon dan saksi-saksi serta Faizuddin Panitera Pengadilan Agama Jakarta Utara.
HAKIM ANGGOTA HAKIM KETUA
1. ttd (Drs. K a m i l) ttd
2. ttd (K.H.Dahlan saleh)
(Drs Djabir Manshur)
Panitera : Jakarta, 22 Juli 1978
Ttd Sesuai dengan aslinya.
(F a i z u d d i n )
KETUA PENGADILAN AGAMA
JAKARTA UTARA.
(Drs.DjabirManshur)
NIP.150012575.
[1] Prof. Dr. Satjipto Rahardjo, ilmu hukum, cetakan keenam, hal 6
[2] Sajuti Thalib, S.H.,hukum kewarisan islam di Indonesia, hal 1
[3] Muhammad Thaha Abul Ela Khalifah, hukum waris pembagian warisan berdasarkan syariat islam, hal 9
[4] Ibid, hal 721
[5] Ibid, hal vii
[6] Ibid, hal 85
[7] Lihat ketentuan UU peradilan agama, bandingkan ketentuan baik sebelum perubahan maupun sesudah perubahan
[8] Lihat Sajuti Thalib, S.H., hukum kewarisan islam di Indonesia, hal 178
[9] Prof. Soedarto, Hukum Pidana I, hal 19
Tidak ada komentar:
Posting Komentar